Mengenal Tuhan Tak Cukup Jika Hanya Dengan Akal Saja

Kamis, 26 Maret 2015

| | |

Oleh : Rosmayani Nor Latifah
Pada dasarnya keyakinan seseorang berawal dari bagaimana dia mengenal konsep Tuhan yang dia yakini. Karena segala aspek kehidupan seseorang seperti halnya pandangan hidup, tujuan hidup dan cara-cara pencapaiannya tersebut sangat dipengaruhi oleh keyakinan akan konsep ketuhanan.
Para pemeluk Agama seyogyanya memiliki keyakinan bahwa Tuhanlah yang mengatur dan paling berpengaruh terhadap apa yang telah terjadi terhadap dirinya dan alam semesta di dunia ini. Sedangkan yang tidak mengakui adanya Tuhan atau atheis pada dasarnya mereka sangatlah mencintai Tuhan. Karena mereka secara lisan berkata tidak percaya dengan Tuhan, namun pikiran mereka selalu memikirkan Tuhan.
Tuhan dalam Perhelatan peradaban Barat memang problematic. Sejak awal era modern, Francis Bacon (1561-1626) menggambarkan mindset manusia Barat begini : Theology is known by faith but philosophy should depend only upon reason. Maknanya, teologi di Barat tidak masuk akal dan berfilsafat tidak bisa melibatkan keimanan pada Tuhan. [1]
Pengalaman Barat yang traumatis dengan hegemoni gereja dalam urusan doktrin ilmu pengetahuan dan inkuisisi telah mengakibatkan ilmu pengetahuan melesat jauh melalui epistimologi sekulernya tanpa adanya pegangan Wahyu. Sehingga wajar saja jika aktifitas ilmu yang dihasilkan merupakan buah dari perenungan, spekulasi dan kajian filosofis semata yang sewaktu-waktu bisa berubah dengan mudahnya.
Syed Muhammad Naquib al-Attas mengatakan, Westernisasi ilmu yang bersumber kepada akal dan panca-indera belaka telah melahirkan berbagai macam faham pemikiran seperti rasionalisme, empirisme, skeptisisme, relatifisme, ateisme, agnostisme, humanisme, sekularisme, eksistensialisme, materialisme, sosialisme, kapitalisme dan liberalisme. Westernisasi ilmu bukan saja telah menceraikan hubungan antara alam dan Tuhan, namun juga telah melenyapkan Wahyu sebagai sebagai sumber ilmu.[2]
Islam mengajarkan cara mengenal Tuhan melalui tiga aspek, yaitu panca indera, akal dan wahyu. Ketiga aspek inilah yang tidak dimiliki oleh keyakinan yang lain, karena sebagian besar keyakinan hanya memiliki paradigm berdasarkan spekulasi yang berubah-ubah. Sedangkan Islam lebih unggul karena memiliki wahyu Tuhan yang masih murni terjaga keasliannya.
Pada konsep “sains Islam” mengadopsi tiga sumber ilmu, yaitu (1) panca indra (al-hawasul khamsu), (2) akal dan (3) khabar shadiq (true report), sebagaimana disebutkan dalam pembukaan Kitab al-Aqaid an-Nasafiyah. Sains Islam melihat fenomena alam sebagai ayat-ayat Allah, yang harus dijadikan sebagai petunjuk untuk “menemukan” Allah SWT. Alam juga harus diperlakukan sesuai dengan ketentuan Allah, bukan untuk dieksploitasi dengan semena-mena, sesuai dengan keinginan manusia semata. Al-Quran menyebut manusia yang gagal menemukan Allah melalui ayat-ayat-Nya di alam semesta dan dalam diri manusia (ayat kauniyah), adalah laksana binatang ternak (kal-an’am), bahkan lebih sesat dari binatang ternak (QS al-A’raf:179).[3]
Panca indera dan akal seyogyanya digunakan untuk membuktikan kebenaran Allah dengan memikirkan dan mengamati segala kejadian alam semesta, sedangkan Wahyu sebagai penuntun untuk mengerti sifat dan dzat Allah. Islam memiliki jati diri Tuhan yang jelas, memiliki nama dan sifat-sifat yang jelas. Tak perlu penjelasan panjang lebar dan berbelit-belit, penjelasan tentang Tuhan dalam Islam tergambar gamblang dalam Al-Qur’an pada surah Al-Ikhlas.
Katakanlah, "Dia-lah Allâh, Yang Maha Esa. Allâh adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."



[1] Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat, Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi, Jakarta: INSISTS, Cet. I, 2012, hlm. 17
[2] Kholili Hasib, “Prinsip Epistemologi Sebagai Asas Islamisasi Ilmu Pengetahuan” 29 November 2103 http://inpasonline.com/new/prinsip-epistemologi-sebagai-asas-islamisasi-ilmu-pengetahuan/ [ONLINE], HTML, 26 Maret 2015
[3] Dr. Adian Husaini, Sains Islam: Sarana Membentuk Manusia Beriman, Bertakwa, dan Berakhlak Mulia” 12 Mei 2014 http://inpasonline.com/new/sains-islam-sarana-membentuk-manusia-beriman-bertakwa-dan-berakhlak-mulia/ [ONLINE], HTML, 26 Maret 2015

 


0 komentar: