Ilmu Pengetahuan Sebagai Senjata Perang Pemikiran

Senin, 16 Maret 2015

| | |
Rosmayani Nor Latifah*

“Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan mampu menembus jutaan kepala,” 

-    Sayyid Qutb

Perang pemikiran atau yang biasa disebut dengan Ghazwul Fikr adalah salah satu upaya musuh-musuh islam untuk merusak dan menjauhkan umat islam dari nilai-nilai syariat islam hingga muncul keraguan dan kebanggaan akan islam sebagai satu-satunya agama yang benar.

Perang pemikiran sangat berbeda dengan perang fisik atau perang ala militer. Perang pemikiran dirasa lebih efektif dan lebih menghemat biaya. Efektif karena dengan perang pemikiran, umat islam akan hancur dari segi kualitas dan internal umat islam sendiri, bukan kuantitas seperti halnya perang fisik yang dapat dipastikan akan mengeluarkan biaya yang lebih besar. Perang pemikiran juga lebih mudah dilakukan karena senjatanya berupa pemikiran dengan media yang sangat banyak. Seperti halnya media massa, cetak, elektronik, karya-karya ilmiah, buku-buku sejarah palsu, lembaga pendidikan, LSM bahkan melalui mulut ke mulut dengan mudah mereka lakukan tanpa kita sadari akan bahayanya terhadap pendangkalan aqidah.

Sebagaimana media elektronik televisi saat ini, banyak tontonan yang tak bermanfaat dan mengajarkan budaya yang jauh dari nilai-nilai islam apabila tidak selektif dalam memilih program yang ditonton. Imbasnya anak-anak kecil menjadi tau akan budaya pacaran dan ikhtilat mendekati zina yang sangat ditentang dalam islam.

Komunitas yang dengan terang-terangkan mengusung perang pemikiran di Indonesia telah menjamur tak terbendung seperti yang disampaikan Dr. Fahmi Hamid Zarkasy dalam bukunya Misykat refleksi tentang westernisasi, liberalisasi dan islam, bahwa buku-buku yang mereka tulis dan dari kerjasama antarmereka dalam berbagai proyek pluralism, feminism dan kesetaraan gender serta gerakan lain yang mengusung sekularisme dan liberalism, nama-nama mereka itu jelas, khususnya yang ada di Jakarta. Diantaranya adalah Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Masyarakat Dialog Antar Agama (MADIA), KAPAL (Lingkaran Pendidikan Alternatif) Perempuan, Jaringan Islam Liberal (JIL), International Centre For Religious Pluralism (ICIP) dan masih banyak lagi.

Begitu dasyatnya serangan dengan model perang pemikiran, maka harus ada upaya kongkrit yang dilakukan umat islam untuk membendung arus perang pemikiran tersebut. Karena ini adalah perang pemikiran maka senjata untuk perangnya adalah ilmu pengetahuan. Ghazwul Fikri hanya bisa dimenangkan dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu umat islam haruslah meningkatkan interaksi dengan Al-Qur’an dan Hadist Nabi, menghidupkan forum-forum keilmuan dan sibukkan diri dengan membaca sebagai bentuk membentengi diri dengan kesadaran pentingnya ilmu pengetahuan yang disertai dengan aqidah yang kuat.

Islam sebagai peradaban yang pernah bangkit dan maju menguasai dunia karena ilmu. Dan penyebab kemunduran umat Islam saat ini adalah juga karena kemiskinan ilmu. Tidak berarti tidak berpendidikannya umat Islam. Tapi, pendidikan yang kita terima bukan pendidikan Islam. Ilmu yang kita kuasai juga bukan ilmu yang berdasarkan pada prinsip keilmuan Islam. Mestinya semua ilmuwan Muslim bisa disebut ulama. Tapi, nyatanya tidak, karena memang banyak cendikiawan Muslim yang tidak memahami Islam. Oleh karena itu agar umat islam bisa maju, umat Islam harus mengembangkan ilmu-ilmu Islam yang terdiri dari ilmu syariah dan ilmu kauniyah, yang dalam istilah awam disebut ilmu agama dan ilmu umum.1

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan tiga fakta menarik. Satu, bahwa saat ini kita tengah berada dalam era perang pemikiran. Dua, dasyatnya serangan pemikiran dari musuh-musuh Islam yang berkomplot menebar paham-paham sekularime, liberasime, pluralism, humanism dan lain sebagainya bertujuan untuk merusak aqidah dan menimbulkan keraguan pada tubuh umat Islam sendiri yang pada akhirnya ikut dengan pola pemikiran dan gaya hidup mereka. Tiga, umat Islam haruslah membentengi diri dan mengangkat senjata dengan ilmu pengetahuan yang berpegang teguh pada aqidah yang kuat yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi. Umat Islam harus menjadi umat yang produktif menghasilkan karya-karya pemikiran sebagai bentuk perlawanan dan menebarkan indahnya cahaya Islam dimuka bumi. Sebagaimana yang dikatakan Sayyid Qutb bahwa Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan mampu menembus jutaan kepala.

* Orang biasa yang selalu berusaha untuk menebar manfaat
1Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat Refleksi Tentang Westernisasi, Liberalisasi dan Islam (Jakarta : INSIST,2012)260

0 komentar: