Pekuburan Baqi’ di Madinah : Bolehkah Perempuan Memasukinya?

Rabu, 05 April 2017

| | |
Dimasa Nabi wilayah pekuburan itu terletak di Timur Madinah dekat dengan tanah vulkanik waqim, bernama Baqi’ Al-Gharqad, terlihat sederhana. Fadhalah menuturkan, “Rasulullah memerintahkan kita meratakan kuburan” diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad. Adapun Nabi suka membuat tanda di atas kuburan berupa batu. “Tanda memang tidak mendatangkan manfaat juga mudarat. Tetapi, ia dapat menyejukkan mata yang hidup. Lagi pula, bila seorang hamba mengerjakan sesuatu, Allah senang ia menyempurnakannya” begitulah sabda Beliau.

Pada saat ini Baqi’ menempel dengan halaman Haram (Masjid Nabawi) dari arah timur, dan telah mengalami perluasan berkali-kali. Sehingga mudah sekali bagi jamaah untuk berziarah ke makam Baqi’. 

Catatan sejarah menuliskan bahwa terdapat  sekitar sepuluh ribu Sahabat Mulia, kemudian para Tabi’in, serta keluarga Rasulullah yang di makamkan disana, itulah yang yang membuat Baqi’ begitu istimewa pun mendapatkan do’a serta jaminan dari Rasulullah agar para penghuni Baqi’ dapat berkumpul bersama Beliau dan Abu Bakar serta Umar radhiyallahu ‘anhuma pada hari kiamat. 

Adapun Nabi bersabda “Akulah orang pertama yang dikeluarkan dari belahan bumi pada hari Kiamat kemudian Abu Bakar kemudian Umar kemudian aku mendatangi penghuni Baqi’ merekapun dikumpulkan bersamaku. Kemudian aku menanti penduduk Mekkah, maka aku akan dikumpulkan di antara dua Tanah Haram” dalam riwayat lain Rasulullah juga bersabda “Apakah Kamu melihat pekuburan ini yakni Baqi’, Allah akan membangkitkan darinya tujuh puluh ribu pada hari Kiamat dalam rupa bulan purnama, mereka masuk surga tanpa hisab”

Inilah kiranya yang membuat hati kaum muslimin yang mengetahui dan memahaminya condong hatinya kepada tempat ini. Demikian juga dengan ayah saya yang memiliki cita-cita dapat meninggal di Madinah dan dimakamkan di Baqi.

Pekuburan Baqi'

“Jadi ayah sudah ke Baqi?” saya bertanya kepada ayah disela makan siang kami. “Iya, sudah. Dua hari ini ba’da ashar ayah selalu ke Baqi” jawab ayah. Waah sayapun berkeinginan untuk kesana menziarahi Khalifah Utsman bin Affan yang terkenal dengan kelembutan hatinya, Sahabat Abdurrahman bin Auf sang pedagang sukses nan dermawan, Saad bin Abi Waqqash sang pemanah ulung serta ingin mengucapkan salam kepada  Ummahatul Mukminin para istri-istri Nabi nan Shalihah. “Perempuan boleh tak Yah masuk kesana?” mengingat saya pernah mendengar selentingan kabar bahwa di Arab perempuan tidak diijinkan untuk masuk ke wilayah pekuburan sayapun bertanya kembali. “Kayaknya nggak ada, tapi nanti bisa kita liat, kalau mau, ayah tunggu setelah sholat ashar di bawah payung di dekat pintu 35”. Baiklah, tak ada salahnya mencoba. Belum apa-apa hati saya sudah bergetar membayangkan bisa mengucapkan salam kepada para Sahabat mulia.

Setelah sholat ashar saya bersama kakak perempuan saya bergegas menuju pintu 35, pintu bagi jamaah laki-laki. Dan ternyata ayah sudah menunggu dibawah payung. Tak jauh dari pintu 35 kami menuju Baqi’ yang dekat dari tempat tersebut. Mendekati jalan menanjak menuju Baqi’ dua orang askar sudah berjaga disana terlihat sedang berdebat dengan ibu-ibu asal Pakistan dan Arab, saya mengenali dari pakaian mereka. Kemudian askar tersebut dengan gerakan mengusir sepertinya tidak memperbolehkan mereka untuk memasuki Baqi’. Saya pun mendekati perempuan Arab yang berabaya hitam tersebut mencoba bertanya dengan bahasa arab seadanya apakah perempuan boleh memasuki Baqi? Kamis sa’ah ila nisa’?(jam berapa untuk perempuan), dan celakanya beliau menjawab dengan menggunakan bahasa arab logat Mesir yang saya tak dapat mengerti. Maafkan saya ya ibu T.T

Masih penasaran dengan Baqi’ setelah kembali ke Masjid Nabawi saya kembali mencoba bertanya dengan orang Pakistan di samping saya, kebetulan dia terlihat terpelajar dan dapat berbahasa inggris dengan baik. Do you ever go to Baqi’? // yes, I have gone to Baqi’ ini the morning today at seven o’clock // Really? Baqi' open for ladies? // Yes. You can go to Baqi' until ten o'clock in the morning // Great. Wuah mata saya seketika langsung berbinar. Perempuan Pakistan ini sudah ke Baqi’ ternyata, baiklah saya akan coba besok pagi dan mengajak ayah untuk kembali ke Baqi’ setelah sholat shubuh. Dan keesokan harinya saya baru mengerti kawan, ternyata saya memiliki persepsi yang berbeda dengan perempuan Pakistan tersebut tentang yang kami maksud “go to Baqi”.

Setelah sholat shubuh dengan berjalan cepat saya menuju pintu 35, kali ini saya hanya seorang diri tanpa di temani kakak karena kakak sedang mendapat tugas untuk menemani jama’ah pergi ke Jabal Magnet. Kakak memang bekerja di agen travel haji dan umroh. Saya dan ayah tidak mengikuti tour ke Jabal Magnet kami lebih memilih untuk ke Baqi’. Setelah bertemu ayah segera saja kami berjalan di area menajak menuju Baqi’ ada 4 askar yang berjaga di sana dua di depan gerbang dan dua lainnya berjaga di persimpangan setelah gerbang tak ada yang aneh semua berjalan dengan normal, saya pun melihat banyak ibu-ibu Pakistan yang mengenakan pakaian pajang selutut dengan celana seragam serta tak lupa khimar panjang mereka yang membalut kepala dan menutup rambut.

Alhamdulillah ala Kulli hal. Jantung saya berdegup kencang kali ini saya merasakan begitu dekat dengan Sahabat-Sahabat Mulia yang selama ini saya hanya mengenal mereka dari buku sejarah Nabi, dari ceramah Ustadz Budi Ashari dan Khalid Basalamah. Kali ini tak terbayang rasanya saya mengunjungi mereka di tempat mulia ini Assalamu’alaikum yaa ahlil baqi’, Assalamu’alaikum yaa Ummahatul Mu’minin, Assalamu’alaika yaa dzanuraini Utsman bin Affan. , Assalamu’alaika yaa Abdurrahman bin Auf, Assalamu’alaika yaa Sa’ad bin Abi Waqqash.  Saya sampaikan salam sejahtera untuk mereka menarik kembali detail perjuangan para Sahabat Mulia, meneladani keshalihan Ummahatul Mu’minin menarik simpulan atara sejarah dan hikmah dari batu-batu tanpa nama yang berjajar rapi ini. Saya dan ayah terus berjalan hingga akhirnya kami tiba di depan papan yang tertulis dalam bahasa Arab, Inggris dan Indonesia “Sebentar yah, saya mau baca dulu” saya yang tertarik dengan papan besar itu memutuskan untuk berhenti sejenak. Ternyata papan besar itu berisi tentang Etika atau Adab ketika Berziarah ke Baqi’ diantaranya yang saya ingat diantarany ialah mengucapkan salam kepada para penghuni Baqi’ dengan do’a yang telah di ajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, mengingat kematian dan akhirat, menjauhi ratapan atas mereka yang telah meninggal, tidak boleh membacakan Al-Fatihah, surat Yassin karena Nabi tidak pernah mengajarkan hal tersebut, dilarang melakukan tindakan seperti mengambil tanahnya pekuburan, mengusap-ngusap batu Nissan, apalagi meminta kepada yang telah tiada.

Belum selesai saya membaca pengumuman tersebut tiba-tiba seorang askar mendekati saya dan ayah. Tidak terlalu jelas pada awalnya dia berbicara apa atau saya yang kurang mengerti karena masih khusyuk membaca papan etika tadi. Hingga dia berkata kepada saya maa fi nisa’? undzur yaa ukhti maa fi nisa’?. Jedeerrrrr rasanya seperti ada batu raksasa yang jatuh di belakang saya. Seketika saya menoleh ke kanan dan kiri benarkah yang disampaikan askar bahwa tidak ada perempuan di sini? Saya memahami betul perkataannya maa fi nisa’ berarti tidak ada perempuan. Lalu, apalah yang saya lihat tadi segerombolan ibu-ibu Pakistan? Astagfirullah ternyata saya salah lihat, karena hanya memperhatikan dari belakang, pada dasarnya mereka adalah segerombolan bapak-bapak Pakistan yang mengenakan selendang layaknya perempuan mereka, mungkin dikarenakan cuaca yang masih dingin jadi mereka mengenakan selendang tersebut. Dikemudian hari saya baru mengetahui bahwa pakaian mereka itu bernama Shalwar kameez dan merupakan pakian nasional negara Pakistan baik lelaki ataupun perempuan.

Memyadari sebagai satu-satunya perempuan di Baqi' pada saat itu, sayapun langsung beristighfar dan berbicara kepada askar “na'am, ana akhruju al’an” [baiklah, saya keluar sekarang]. Dengan memegang baju belakang ayah, bermaksud agar tidak diketahui bahwa saya perempuan bergegas kami keluar dari Baqi’ padahal kami sudah masuk lumayan jauh kedalamnya. Tak apalah, dalam hati kecil saya teringat selentingan kabar lama itu bahwa benar ternyata di Arab perempuan memang tidak boleh ke wilayah pekuburan. Adapun saya yang telah melangkahkan kaki hingga kesini  tak lepas jua daripada Allah yang menakdirkannya seperti itu, memberikan kesempatan kepada saya untuk menyapa Sahabat-Sahabat mulia dan para Ummahatul Mu’minin.

Papan Etika yang saya baca sewaktu di dalam Baqi'. sekarang hanya bisa menatapnya dari jeruji pagar
Lalu apa yang dimaksud dengan perempuan Pakistan yang saya tanya kemaren kalau dia berkata sudah ke Baqi’. “Ooh mungkin maksudnya dia ke Baqi’ itu dia melihat dari balik pagar yang ada di seberang sana” jawab ayah. Laah ternyata ayah juga baru ingat kalau kaum perempuan memang biasanya hanya mengunjungi Baqi’ dengan mengintip di balik pagar ya mengelilingi Baqi’. Dan akhirnya kamipun berjalan kembali menuju balik pagar dan berdo’a untuk penghuni Baqi’ disana karena sewaktu di dalam belum sempat berdo’a keburu di usir oleh askar.

“Salam sejahtera atas kamu hai penghuni tempat kaum beriman! Apa yang dijanjikan kepadamu yang masih ditangguhkan besok itu, pasti akan dating kepadamu, dan kami Insya Allah akan menyusulmu”

Kami pun segera kembali di hotel, hingga melalui pintu 25 ayah menunjukkan toko buku yang tak jauh dari situ. “Kalau masih penasaran sama Baqi’ di toko buku itu kayaknya ada buku tentang Baqi’” waah ayah memang selalu tau apa yang masih saya pikirkan setelah kejadian di Baqi’ tadi. Baiklah, mengunjungi toko buku sepertinya akan menjadi obat mujarab untuk rasa penasaran.

Nah ini dia bukunya, berisi sejarah daftar nama dan letak makam Sahabat-Sahabat Mulia yang berada di Baqi, cukup mengobati rasa penasaran saya



Toko buku itu tidak terlalu besar namun menyediakan buku-buku yang berbahasa Arab, Inggris, Urdu dan Indonesia. Juga menyediakan Al-Qur’an untuk waqaf dan kursi untuk waqaf, yah lumayan lengkaplah. Dan benar saja, saya menemukan buku yang bagus tentang Baqi’ berbahasa Indonesia dan harganya juga hanya 10 riyal. Dan hey, apa itu di rak tumpukan atasnya sebuah buku bersampul hitam hardcover dengan tulisan emas Qhasashul Anbiya karya Ibnu Katsir, waah saya yang penggemar Ibnu Katsir ini segera ingin mengambil buku itu apalagi Qhasashul Anbiya ini adalah ringkasan tentang cerita Nabi dari kitab Al-Bidayah wan Nihayah yang 22 jilid itu, namun mengingat saya dan ayah belum makan pagi sedangkan hari mulai beranjak siang dan buku itu berada di rak tumpukan atas saya putuskan untuk kembali lagi nanti ke toko buku ini dengan harapan buku itu masih tersisa untuk saya beli. Tunggu kisah selanjutnya ya kawan.

Ayah saya yang bercita-cita dapat menjadi bagian dari penghuni Baqi'

1 komentar:

Eryvia Maronie mengatakan...

Assalamu alaikum 🙏
Menitik air mata ini baca tentang Baqi