Masjid Nabawi : Kami Rindu denganmu Yaa Rasul

Senin, 03 April 2017

| | |
Inilah kota Nabi itu! Sebuah hamparan bumi bekas gunung merapi aktif yang kemudian padam, lalu meninggalkan dua tanah vulkanik yang subur; waqim disebelah timur dan wabrah musyarrafah disebelah barat, dilembah aqiq. Kemudian disebelah utara terdapat Gunung Uhud yang menjadi benteng pengaman bagi Madinah dan sekitarnya. Gunung itu terletak empat mil jaraknya dari jantung kota Madinah. Jika kita mendaki ke puncaknya, melalui celah-celah tempat dimana Rasulullah dan para Sahabat menyelamatkan diri pada saat terdesak olah pasukan kafir Quraisy pada saat perang uhud. Maka kita dapat tepat di jantung Kota berdirilah Masjid Nabawi.



Ada tujuh puluh delapan pintu atau gate di Masjid Nabawi. Pertama kali menjejakkan kaki ke Masjid Mulia kedua sejagat Raya ini kita akan dibuat takjub dengan payung-payung raksasa di teras masjid yang berjajar rapi, serta secara otamatis dapat membuka dan menutup sendiri disetiap pagi dan petangnya. Masih di kawasan teras masjid Nabawi tak jauh dari pintu masuk masjid akan kita jumpai bangunan kotak bertuliskan hamam atau toilet yang juga terdapat tempat wudhu disana.



Rombongan kami datang tepat pukul 09.00 waktu setempat. Setelah chek in hotel segera saja kami meluncur ke Masjid Nabawi. Tak ingin tertinggal waktu dhuha. Kebetulan Hotel kami hanya berjarak 100 meter dari gate 25 pintu Masjid Nabawi. Gate 25 ini memiliki nama lain yaitu Utsman Bin Affan Gate. Nanti akan kuceritakan padamu kawan, betapa istimewanya pintu 25 ini.


Nuansa sejuk sangat terasa saat kaki ini melangkah untuk yang pertama kalinya ke teras Masjid Nabawi. Bagaimana tidak, payung-payung besar dan rapat itu memiliki dua buah kipas angin disetiap tiangnya dan ini tentunya bukan kipas angin biasa, kipas angin ini sewaktu-waktu bisa nyiramkan air sejuk jika dirasa temperatur udara sudah mulai agak panas. Canggih ya.


Dan pada saat menaiki tangga masjid kita sudah harus bersiap untuk melepas alas kaki dan memasukkannya kedalam plastik atau kresek. Plastik berisi sendal itu bisa kita taruh di loker atau kita masukkan dalam tas kita. Di depan pintu masjid ada 2 orang wanita penjaga berpakaian serba hitam serta memakai cadar, mereka ini biasa kami sebut dengan askar. Askar bertugas untuk memeriksa tas karena apabila masuk kedalam masjid nabawi di larang membawa kamera, mainan atau botol berlebih untuk mengambil air zam-zam. Biasanya mereka akan memanggil jamaah asal Indonesia dengan sebutan “ibu..ibu.. periksa..periksa” dengan logat yang khas.

Bismillah menjejakkan kaki di Masjid Nabawi untuk pertama kalinya, jangan lupa langkahkan kaki yang kanan terlebih dahulu sambil lantunkan shalawat atas nabi. Nyyyesss... rasa sejuk itu mengalir tak hanya hawa masjidnya saja yang memang sejuk karena di setiap tiang masjid terdapat AC. Namun, entahlah rasa damai, tenang dan sejuk itu juga mengalir dalam hati ini, mungkin perasaan rindu itu sedikit terobati. Assalamu’alaika yaa Rasulallah... Assalamu’alaika yaa Habiballah....

Mau tambah sejuk lagi? Yuk kita nikmati air zam-zam yang tersedia di kiri kanan kita sekarang. Setelah melewati pintu utama kita akan disuguhi pemandangan bergentong-gentong air zam-zam di kiri kanan jalan. Biasanya para jamaah duduk sejenak untuk minum, kemudian mengisi botol yang mereka bawa sebagai perbekalan air untuk i’tikaf di dalam masjid. Karena Masjid ini luas sekali kawan. Untuk jamaah perempuannya saja mungkin ada jarak sekitar 200an meter untuk menuju shaf terdepannya.

                                                       gentong air zam-zam

Semakin memasuki ke dalam masjid hati ini semakin rindu dengan Sang Utusan. Terlihat semua orang berlomba-lomba untuk beribadah, mengagungkan sunnah Rasul untuk memakmurkan masjidnya. Disudut kiri ramai saya lihat ibu-ibu berpakaian ala-ala hindustan, maksudnya baju kurung selutut dengan belahan panjang disamping kiri dan kanannya berikut dengan celananya yang seragam, kemudian berbalut kepalanya dengan kerudung panjang berwarna-warni dengan berbagai macam motif dan corak. Itulah jamaah perempuan yang berasal dari Pakistan. Mereka biasanya terlihat sedang berdzikir menggunakan tasbih panjang mungkin sekitar 99 biji tasbih, bahkan ada yang lebih panjang lagi. Pernah suatu ketika saya masuk diantara shaf mereka pada saat i’tikaf, tak sengaja setelah shalat dzuhur karena saya tidak beranjak dari tempat shalat saya. Salah seorang dari mereka mencolek saya sambil berkata “Tasbih?” dengan raut muka bertanya serta gelengan kepala yang khas. Saya terheran, apa maksudnya ya? Apakah maksudnya beliau menanyakan mana tasbih saya? karena pada saat itu saya memang sedang berdzikir. Kemudian saya menjawab dengan menjulurkan tangan kanan dengan maksud saya berdzikir menggunakan hitungan jari saja. Ibu pakistan itu pun hanya mengangguk ragu dengan mengucapkan “Acha.....”.... hehe maafkan saya bu. Jika saya kurang mengerti maksud ibu...

Di sebelah Selatan dekat dengan rak Al-Qur’an dan rakel dibawahnya, duduk melingkar jamaah perempuan dengan berpakaian abaya hitam lengkap dengan cadarnya. Masing-masing dari mereka memegang Al-Qur’an salah seorang yang berada paling dekat dengan rak Al-Qur’an memberikan tausiyah dengan bahasa arab. MasyaAllah, Tabaarakallah andai saya ini fasih dan mengerti bahasa arab ingin rasanya nimbrung dengan majelis ilmu mereka. Tak jauh di sudut kiri tampak jamaah perempuan Indonesia yang telah duduk berjejer pada shaf dengan rapinya, mereka mengenakan mukena putih-putih dan tenggelam dalam bacaan Al-Qur’annya masing-masing.

Dan hey lihatlah di ujung Timur tampak menggerombol para jamaah perempuan asal turki, mereka kompak mengenakan abaya hitam dengan kurudung hijau tosca pun sedang asyik mendengarkan Ustadzah mereka yang sedang memberikan tausiyah dalam bahasa Turki. Pada awalnya saya sering tertukar antara jamaah Turki atau AlJazair. postur tubuh dan wajah mereka hampir sama menurut saya, besar dan putih-putih. Namun jika mereka berbicara aksennya jelas berbeda. Jamaah turki melafalkan  kalimat berbahasa arab sering terdengar seperti “Elhamdulillah, Allahu Ekbar, Febieyi Ala.....”

Inilah masjid Nabi! Siapa saja yang rindu akan Rasulullah pastilah berkeinginan kuat untuk mengunjungi tempat ini dari berbagai bangsa, berbagai suku berbagai bahasa. Bukankah kita memang diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal. Seringkali saya dapati mereka berbalas salam untuk orang yang ada disamping mereka walaupun tak saling kenal, berbagi kurma, coklat, roti ataupun gula-gula. Dan permen gula-gula dari ibu-ibu Turki itu yang paling berkesan, permen rasa jeruk bulat sebesar cilok atau pentol baso 500an kalau di Indonesia hehe lama ngabisinnya. Makasih ya bu. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas kebaikan ibu. Pernah juga saya mendapatkan permen kopiko 2 bungkus dari orang arab yang ada di sebelah saya. Lah ini kan permen Indonesia hehe, mungkin ibu-ibu arab tadi dikasih banyak permen kopiko dari jamaah asal Indonesia.

 Beberapa kali saya pun mencoba melakukan pendekatan (eaaa pendekatan katanya >.< ) saya mencoba untuk  menggengam erat tangan mereka sambil tersenyum dan mengucapkan salam. Pernah suatu kali jamaah samping saya berasal dari sudan saya gengam erat tangannya saya ucapkan salam, dengan bahasa arab sebisanya saya tanyakan dari mana dia jawab dari sudan. Kemudian dia berbalas tanya dari mana saya apakah pakistan? “Laa, ana min indunisiya” saya jawab tidak, saya dari Indonesia, kemudian dia jawab Masya Allah, semoga Allah mempertemukan kita kembali di Jannahnya sambil merangkul saya dan ditambah lagi dengan do’anya yang panjang, ada yang saya mengerti, ada juga bagian yang tidak saya mengerti, intinya semuanya adalah do’a tentang kebaikan. Tak terasa air mata saya menetes saya balas rangkulannya sambil berseru “Aamiin”. Hangat rasanya inikah yang dinamakan persaudaraan atas dasar iman? Atas dasar kecintaan kita pada Allah dan RasulNya?. Semoga saja Allah benar-benar mengabulkan do’a kita di tempat yang Istijabah ini saudariku. Aamiin.


Tak terasa adzan untuk sholat Dzuhur berkumandang. MasyaAllah berdesir hati ini mendengarnya, teringat akan sabda Rasulullah “Shalat di masjidku lebih utama 1000 sholat di tempat lainnya, kecuali Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama 100.000 kali sholat di tempat lainnya”. Alhamdulillah ala kulli hal, atas kuasaMu Yaa Allah, atas ijinMu, atas TakdirMu saya bisa sholat di Masjid Nabi tecinta ini, terbayang lantunan adzan dari Sahabat Bilal bin Rabah. Terbayang saat ini saya sedang berada diantara shaf para shohabiyah, para ummahatul mukminin, istri-istri Rasul pikiran saya melesat jauh pada 1438 tahun yang lalu dan pada saat Takbiratul Ihram ALLAHU AKBAR... terbayang rasanya sedang di-Imami oleh Rasulullah. Kami rindu padamu yaa Rasulullah.... 

0 komentar: