Ekspedisi Sayap Garuda : Belajar Permakultur di Pasantren Ath-Thariq #Garut

Minggu, 15 Februari 2015

| | |
Pesantren Ath Tharriq terletak di dekat area Perkantoran Pemerintahan Daerah (Pemda) Kabupaten Garut. Berada di tengah persawahan yang tersisa dari kepungan proyek perumahan.  Pesantren ini berlokasi di tengah perkampungan urban, dimana penduduknya sebagian berasal dari desa–desa sekitar Garut yang datang ke kota untuk mengadu nasib. Pesantren ini juga berada sangat dekat dengan sebuah Perguruan Tinggi, tepat di Kelurahan Sukagalih RT/RW 04/12, Kecamatan Tarogong Kidul.

Yang berbeda dari pesantren biasanya, pesantren Ath-Thariq merupakan sebuah pesantren berbasis permakultur yang terletak di Kota Garut. Permakultur merupakan cabang ilmu ekologis yang mendesain sebuah sistem pertanian yang berkelanjutan dan terintegrasi yang tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan pangan manusia saja, namun juga memperhatikan siklus ekosistem flora dan fauna yang ada.

Dua orang peserta Indonesia Bangun Desa (IBD) angkatan ke dua Lusi dan Yani mengadakan kunjungan dalam rangka mempelajari permakultur di Pesantren Ath-Thariq Garut pada hari minggu dan senin, 25-26 Januari 2015. Kedatangan mereka disambut hangat oleh Nissa Wargadipura bersama suaminya Ibang Lukmanurdin selaku pengasuh Pesantren Ath-Thariq.

“Etika permakultur yang mencakup peduli bumi, peduli semesta dan peduli masa depan merupakan rangkaian dari pada menjaga ekosistem dari kerusakan yang diperbuat oleh manusia. Di pesantren ini kami mencoba menerapkan kepedulian tersebut dengan berlandaskan aqidah islam yang merupakan rahmatan lil’alamin yang artinya merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan, apalagi sesama manusia. Caranya ialah dengan membangun kebiasaan – kebiasaan berperilaku ramah lingkungan yang dibentuk sejak dini dan dibiasakan terus menerus oleh para pelaku belajar di pesantren, terutama pada para santri kami. seperti menyemai, pengelolaan sampah dapur dan plastik, membuat kompos dari lingkungan sendiri, bertanam sayuran organik, dan sama sekali tidak menggunakan pupuk kimia” terang pengasuh pesantren yang akrab dipanggil Abi Ibang tersebut memulai diskusi akan pentingnya pertanian organik berkelanjutan untuk menjaga ekosistem lingkungan.

Suasana di pesantren memang sangat asri di sekeliling terlihat rumpun tanaman sereh yang sangat banyak, sereh selain berfungsi untuk bumbu dapur, dan obat herbal juga digunakan untuk tempat bersarang sebagai predator tikus yang kerap kali meresahkan manusia dani perusak tanaman padi. Selain sereh juga terdapat banyak tanaman gumitir  yang berfungsi sebagai pengusir hama. Penerapan pestisida alami merupakan bagian dari keterpaduan ekosistem yang mendukung permakultur.

“Selain memperdalam ilmu agama di pesantren ini, harapan saya  pesantren ini bisa menjadi pesantren yang bisa membentuk pribadi yang mandiri dan juga mandiri pangan. Kita membuat benih, pupuk, pestisida dan fungisida alami sendiri. Sehingga pangan yang kita olah benar-benar yang alami dari kita untuk kita” terang umi Nissa Wargadipura.

Dua hari peserta Indonesia Bangun Desa (IBD) telah belajar banyak hal di pesantren tersebut antara lain adalah membuat kompos bekas cacing, mol (mikro organisme lokal), zat perangsang tumbuh tanaman, herbal, pembenihan, mengetahui ph tanah secara alami dan mengetahui kandungan unsur hara tanah.


“Saya sangat senang ketika ada anak muda yang mau belajar dan terus berkarya untuk negri agraris kita, ajak teman-teman kalian untuk belajar bersama disini” ujar umi Nissa. 

Membuat kompos bekas cacing (kascing)
dengan bahan-bahan :
1. irisan gedebok pisang
2. bubur kertas
3. kotoran domba
4. cacing lumbricus luberus


 diskusi tentang permakultur dengan abi Ibang Lukman

Membuat mol dari :
1. potongan kecil jantung pisang
2. cucian air beras
3. gula 2 sendok makan

 Gaya tulisan Berita pers hahaha XD


0 komentar: