Kurniawan Gunadi : Lautan Langit

Kamis, 15 Oktober 2015

| | |
Judul Buku          : Lautan Langit
Penulis                 : Kurniawan Gunadi
Penerbit               : CV IDS
Tahun Terbut      : September 2015
Tebal                   : 203 halaman                   
Kategori              : Kumpulan Cerita dan Prosa





















Merupakan buku ke dua dari Kurniawan Gunadi setelah Hujan Matahari, covernya begitu syahdu begitu pertama kali melihat sudah terbayang akan dalamnya lautan dan langit yang tak dapat diukur. dan tak dapat bersatu, namun garis batas antara keduanya sungguh indah bukti akan betapa sempurna maha karyaNya.


Berbeda dengan Hujan Matahari yang memiliki 4 bab, Lautan Langit hanya memiliki 3 bab. Masih berupa kumpulan cerita dan prosa khas seperti Hujan Matahari dan dilengkapi dengan ilustrasi yang unik. Biar nggak penasaran langsung saja kita tengok beberapa cerita dan quote favorit saya di setiap babnya. :D


BAB I 

Pagi





















Ditengah Hujan Ibukota



Barangkali, aku adalah laki-laki yang paling bersyukur sebab hujan beberapa hari ini di ibukota. Hujan yang kata pemerintah setempat membuat genangan di jalan, hanya genangan. Padahal genangannya lebih dari setengah meter. Itu sudah seperti kolam lele.

Syukur ini mungkin bertentangan dengan banyak orang yang mengeluh karena banjir. Hari ini aku melihat hikmah lain dibalik hujan yang banyak dikutuk orang ini. Istriku tadi pagi iseng sekali, dia mengirimkan pesan melalui SMS padahal kami serumah.

“Aku senang kamu tidak harus pergi bekerja beberapa hari ini, biasanya kita berkumpul hanya di akhir pekan. Itu pun kamu sudah sibuk mengistirahatkan badan. Biasanya kamu pergi pagi pulang larut malam, hari ini aku bahagia karena kamu di rumah seharian. Seperti kemarin, bisa bercengkerama dengan anak tanpa beban kerjaan. Terima kasih. Juga terima kasih karena hujan ini menahanmu di rumah”

Aku tersenyum sekaligus menyadari bertapa berharganya waktu bersama keluarga. Aku bekerja, siang malam di ibukota ini untuk memenuhi kebutuhan materi keluarga ini. Ditengah biaya hidup yang semakin meningkat, harga kebutuhan pokok yang naik padahal harga BBM turun. Aku harus bekerja ekstra untuk menjaga kestabilan perekonomian keluarga ini. Untuk istriku yang cantik dan anak perempuanku yang masih kecil.
Aku membalas pesan itu dengan emote saja:
“:)”

Hari ini, di tengah genangan air yang mulai masuk ke lantai pertama rumah kami. Kami duduk di balkon lantai dua. Menikmati dunia yang sunyi, dunia yang langka di tengah riuhnya ibu kota. Tanpa listrik dan menjauhkan handphone, kami berdua berbicara lebih banyak dari hari-hari biasanya. 

Tentang banyak hal yang lupa kami bicarakan diakhir pekan, tentang rencana menjadi wirausaha yang tertelan rutinitas dan ketakutan pada ketidakmapanan.

Hujan ini memberiku kesempatan untuk menjadi ayah yang baik, membersamai puteriku siang malam, melihat bagaimana dia jam 8 pagi hingga 5 sore setiap senin sampai jumat yang tak pernah kusaksikan. Betapa lucunya ia. 

Aku berpikir untuk membesarkannya tidak di sini, tidak di ibukota.
“Bagaimana kalau kita pindah kota?”
“Kamu serius, bagaimana dengan pekerjaanmu?”
“Kalian lebih berharga daripada pekerjaan ini, kalian harus tinggal ditempat yang aman dan tenteram. Kita hijrah”
“Kemana pun, asal aku ikut”
Aku tidak pernah memiliki pembicaraan hangat seperti ini beberapa tahun terakhir setelah berkeluarga dan sibuk bekerja. Hari ini aku bersyukur karena hujan benar-benar menurunkan rahmat untuk orang-orang yang bersyukur.

BAB II
Siang















Ujian Kesempatan

Tidak semua kesempatan datang untuk diambil, ada kalanya dan mungkin sering jika kesempatan itu datang sebagai ujian. Ujian untuk keteguhan hati kita pada sesuatu yang lebih pertama kita putuskan, lebih pertama kita pilih.

Kesempatan itu ujian yang mungkin paling tidak kita sadari, kesempatan-kesempatan ‘emas’ yang datang, yang membuat kita menjadi ragu pada pilihan kita sebelumnya. Kesempatan yang membuat kita berpikir ulang tentang pilihan-pilihan kita sendiri. Menggoyang prioritas kita, menyelisih hati kita.

Seandainya semua kesempatan itu kita ambil, mungkin kita akan menjadi orang yang terus terombang ambing. Kita akan belajar tentang keteguhan hati dari setiap kesempatan yang datang. 


Tidak semua kesempatan yang datang itu harus diambil. Hati-hatilah mengenali kesempatan, karena bisa jadi itu adalah ujian.

BAB III
Sore
















Hidupmu adalah sebuah alasan

Dia merencanakan sesuatu pada kita saat kita diciptakan. Ada alasan mengapa kita diciptakan, ada alasan mengapa kita harus ada. Ada sesuatu yang ingin Dia lakukan melalui tangan kecil kita ini, melalui akal ini, melalui hati kita ini.

0 komentar: