Manfaatkan Peluang Emas Bonus Demografi Secara Maksimal

Kamis, 13 Januari 2011

| | |
Di era 50-an keadaan Negara Indonesia mengalami kondisi demografis yang kurang menguntungkan. Dimana terjadi kelahiran dengan frekuensi yang sangat tinggi, namun yang meninggal juga banyak. Hal ini disebabkan karena pada era tersebut fasilitas pelayanan kesehatan sangatlah minim. Namun dengan perkembangan teknologi obat-obatan dan program kesehatan masyarakat yang makin meningkat sejak tahun 1960, maka angka kematian di Indonesia kemudian menurun dengan relatif cepat, sementara angka kelahiran masih tinggi. Hal ini mengakibatkan terjadinya pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Sehingga dikhawatirkan pertumbuhan penduduk yang kian pesat, tanpa dibarengi dengan pemerataan dan kesejahteraan penduduk dapat mengakibatkan angka beban tanggungan meningkat dengan cepat. Angka beban tanggungan merupakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang golongan usia produktif (umur 15-64 tahun). Angka beban tanggungan penduduk Indonesia pada tahun 1971 adalah 87, ini berarti bahwa tiap 100 orang yang produktif harus menanggung 87 orang yang tidak produktif (Anonim, 2007). Angka yang tinggi ini menjadikan beban ekonomi yang besar.
Untuk mengatasi masalah tersebut Pemerintah Indonesia (Presiden Soeharto) sejak tahun 1969 melaksanakan program keluarga berencana (KB) yang menekankan bahwa kesejahteraan masing-masing keluarga dapat diperoleh dengan membatasi kelahiran (kuantitas). 20 tahun kemudian manfaat dari keberhasilan program KB tersebut dapat dirasakan dengan terjadinya pergeseran penduduk usia produktif semakin meningkat, sedangkan jumlah penduduk usia non-produktif semakin menurun. Keadaan inilah yang disebut dengan bonus demografi yaitu kondisi dimana suatu masyarakat atau bangsa berhasil mengubah struktur umur penduduknya dari berbentuk piramid menjadi bentuk kubah dan kemudian berubah lagi menjadi bentuk granat. Dalam perjalanan perubahan itu, akan bisa dihitung berapa banyak penduduk yang berusia produktif (15 – 59 tahun) di banding yang berada di usia tidak produktif (0 – 14 tahun, di tambah 60 tahun ke atas). Bila suatu bangsa struktur umur penduduknya piramid atau granat maka 100 penduduk usia produktif akan disertai dengan 70 – 80 atau lebih penduduk usia tidak produktif. Hanya bedanya, kalau pada bentuk piramid yang banyak adalah anak-anak (0 – 14 tahun ), dalam bentuk granat yang banyak adalah lansia (60 tahun ke atas).Suatu masyarakat dikatakan mengalami bonus demografi bila berada dalam struktur yang berbentuk kubah tadi, yakni 100 penduduk usia produktif hanya diimbangi oleh sekitar 40 – 50 penduduk usia tidak produktif. Artinya bebannya tidak terlalu berat. Bila keberhasilan program KB dapat dipertahankan dan berhasil mencapai Total Fertility Rate (TFR) sekitar 2,1 maka pada 2015-2025 Indonesia akan mengalami bonus demografi dengan angka ketergantungan (dependency ratio) sekitar 0,4 sampai 0,5.(bkkbn,2008).
Struktur usia penduduk Indonesia saat ini sangat menguntungkan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk usia kerja relatif jauh lebih besar daripada jumlah penduduk yang merupakan beban (yang masih amat muda dan yang sudah tua). Ini lah kesempatan emas yang amat berharga. Disebut bonus, karena kondisi ini tidak akan bertahan lama.
Namun, saat ini permasalahannya banyaknya penduduk usia produktif tidak diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja yang memadai, sehingga kenyataannya memang banyak penduduk yang berusia produktif tapi faktanya mereka hanya setengah produktif seperti pekerja serabutan atau bahkan tidak produktif sama sekali (pengangguran). Angka pengangguran pun yang kian tahun kian meningkat ,hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang benar-benar produktif dan mampu mengatasi beban tanggungan. Padahal keadaan seperti bonus demografi sangatlah langka dan jika dapat dimanfaatkan dengan maksimal dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan pembangunan di Indonesia. Untuk menghindari meningkatnya jumlah pengangguran dan agar keadaan bonus demografi menjadi tidak sia-sia perlu ada pembekalan khusus sejak dini sebelum penduduk menginjak usia produktif, sepeti peningkatan kualitas sumber daya manusia berkualitas, pembenahan dalam bidang pendidikan dan meningkatkan lapangan usaha. Sehingga peningkatan kualitas penduduk perlu menjadi perhatian pemerintah. Jika hal tersebut diabaikan, maka penduduk yang produktif menjadi tidak produktif dan menjadi beban yang akan berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan. Namun,yang paling penting adalah kemauan politik bangsa Indonesia untuk membangun karakter bangsa yang jujur (tidak korup), hidup hemat, tekun, komitmen dan bertanggung jawab. Sebab akar semua masalah adalah dari moral manusia.

2 komentar:

V.H. Utami mengatakan...

peluang emas demografi..
bener sih negara kita punya banyak potensi terkait masalah demografi, tapi kualitasnya itu yang dipermasalahkan...
perlu dipikirkan juga bagaimana caranya..
yang perlu digaris bawahi, mengubah itu semua gag segampang membalikkan teklapak tanga. terkait pula dengan aspek2 lain, terutama politiknya.
itu yang agak susah kalo ngliat kondisi politik negara kita sekarang...

sinar-kunangku mengatakan...

yup...bener seh,,
emank udah seharusnya masyarakat usia produktif bisa termanfaatkan dengan baik....apa gunanya sebuah negara apabila masyarakatnya tidak memenuhi kewajibannya, sepeti disebuah wilayah...1 orang berusia produktif harus menanggung 5 orang berusia tidak produktif.
sipppp....