Sejak
zaman kolonial Belanda, terdapat banyak peneliti dari barat yang sengaja
didatangkan ke Indonesia untuk melakukan riset tentang kehidupan sosial
masyarakat Indonesia, mereka menghasilkan berbagai karya dengan kepentingan memanipulasi
sejarah bahwa Islam sangatlah jauh dari penerapan yang sempurna dikalangan
masyarakat Indonesia. Dan mereka memiliki kesimpulan dangkal dari sudut pandang
mereka sendiri bahwa Islam tidak bisa bersatu dengan adat istiadat yang telah
mengakar di Indonesia.
Demikian
sekelumit penjelasan Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum, pada perkuliahan ke tujuh Pemikiran
Islam (SPI) #IndonesiaTanpaJIL yang diadakan pada Kamis, 16 April 2015, bertempat
di kantor Rumah Synergy di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan.
kuliah
kali ini tentang Nativisasi, yaitu mengembalikan pemikiran Indonesia kepada
yang aslinya. Peserta dibuat berpikir dengan pertanyaan ‘Jadi, adat aslinya
Indonesia apa? Apakah memang jauh dari Islam?’.
“Thomas
Stanford Rafless (1781-1826) dalam bukunya yang berjudul History Of Java
menjelaskan bahwa agama Islam yang berkembang di Jawa hanya menekankan
pelaksanaan dan penampakan saja, tidak mengakar pada hati mereka dan hanya didorong
dengan adanya peraturan yang dikeluarkan oleh Raja. Disini, terlihat bahwa
Rafless hanya melihat agama Islam hanya sebelah mata saja, Islam itu berproses
tidak bisa sim salabim langsung
sempurna dan perilaku Islam tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya”
Imbuh Tiar.
“Ada
lagi Wiliam Masdern penulis buku The History of Sumatera yang dalam bukuny
amenjelaskan bahwa adat sangatlah bertentangan dengan ajaran agama khususnya
Islam. Adat menjadi karakter dasar masyarakat Sumatera, sedangkan Islam adalah
benda Asing tidak dapat dipersatukan” lanjut Tiar
Selanjutnya
Tiar juga menjelaskan bahwa fakta sebenarnya Syariat Islamlah yang telah
mengakar kuat pada masyarakat Indonesia, sebagai bukti terdapat piagam Jakarta yang
nomer satu isinya menyeru untuk menjalankan syariat Islam dan piagam Sumpah
Satie Bukik Marapalam yang terdapat kesepakatan Adat Basandi Syarak, Syarak basanding Kitabullah yang berarti bahwa
Adat didasarkan pada syariat agama Islam.
Komentar
positif terlontar dari seorang peserta kuliah. “Ternyata perlu peninjauan ulang
dibalik adat-adat yang kembali digembar-gemborkan, mungkin upaya nativisasi yang
menjadi pemicunya, sehingga hal ini perlu diwaspadai karena merupakan upaya untuk
menjauhkan ajaran Islam dan kembali kepada adat istiadat yang tidak sesuai
dengan syariat Islam”, Ungkap Arini salah satu peserta SPI yang merupakan
mahasiswa LIPIA.
“Sejarah
sangatlah rentan dimanipulasi karena didalamnya rawan dengan banyak
kepentingan. Sehingga menjadi hal yang wajib untuk mencari tau sejarah yang
sebenarnya, terlebih tentang perkembangan Islam di Indonesia” sahut salah
seorang peserta SPI lainnya selepas kuliah.
SPI #ITJ : Pertemuan ke VII
Reportase : Rosmayani Nor Latifah
0 komentar:
Posting Komentar