tanam saja

Kamis, 23 April 2015

| | | 0 komentar




band indie lokal asal Bali
bernama nosstres
"tanam saja"

ngakak dulu ah...

Minggu, 19 April 2015

| | | 2 komentar
seminggu  yang lelah. 4 hari pelatihan p2mpk. apa sih p2mkp itu? itu loh PUSAT PELATIHAN MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN. .. 4 hari maennya bolak balik ke empang dan basecamp pelatihan.. nyuntik-nyuntik ikan.biar tu ikan2 bisa kawin. betelur dan menetaskan larva yang unyu-unyu :3..

selain itu juga bolak-balok Dinas Kesehatan kabupaten Bogor ngurus PIRT produk desa Bantarsari. dan harus ke jakarta juga untuk kuliah rutin pemikiran Islam dari ITJ Jakarta..

beberes rumah untuk siap-siap migrasi ke depok..

.........................
jadi hari minggu mau ketawa-ketawa dulu aaah
....................
apa yang bisa membuatmu refreshing menghilangkan saat di depan laptop? setiap orang beda2..
kalau aku sih baca2 komik strip yang menghibur..

salah satunya adalah mantengin komik strip coretan harian karya kak Febriyan yang biasa hadir di kolom ini https://www.facebook.com/coretanhariankomik


komik strip 4 panel yang ber genre kehidupan lelaki muda kadang bikin ngekek ngekek sendiri. tapi sarat makna .. cuuusss seruput kopi dulu silahkan dinikmati...



























Menyingkap Fakta Sejarah Indonesia, Antara Islam dan Adat Istiadat

Jumat, 17 April 2015

| | | 0 komentar
Sejak zaman kolonial Belanda, terdapat banyak peneliti dari barat yang sengaja didatangkan ke Indonesia untuk melakukan riset tentang kehidupan sosial masyarakat Indonesia, mereka menghasilkan berbagai karya dengan kepentingan memanipulasi sejarah bahwa Islam sangatlah jauh dari penerapan yang sempurna dikalangan masyarakat Indonesia. Dan mereka memiliki kesimpulan dangkal dari sudut pandang mereka sendiri bahwa Islam tidak bisa bersatu dengan adat istiadat yang telah mengakar di Indonesia.

Demikian sekelumit penjelasan Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum, pada perkuliahan ke tujuh Pemikiran Islam (SPI) #IndonesiaTanpaJIL yang diadakan pada Kamis, 16 April 2015, bertempat di kantor Rumah Synergy di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan.
kuliah kali ini tentang Nativisasi, yaitu mengembalikan pemikiran Indonesia kepada yang aslinya. Peserta dibuat berpikir dengan pertanyaan ‘Jadi, adat aslinya Indonesia apa? Apakah memang jauh dari Islam?’.

“Thomas Stanford Rafless (1781-1826) dalam bukunya yang berjudul History Of Java menjelaskan bahwa agama Islam yang berkembang di Jawa hanya menekankan pelaksanaan dan penampakan saja, tidak mengakar pada hati mereka dan hanya didorong dengan adanya peraturan yang dikeluarkan oleh Raja. Disini, terlihat bahwa Rafless hanya melihat agama Islam hanya sebelah mata saja, Islam itu berproses tidak bisa sim salabim langsung sempurna dan perilaku Islam tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya” Imbuh Tiar.

“Ada lagi Wiliam Masdern penulis buku The History of Sumatera yang dalam bukuny amenjelaskan bahwa adat sangatlah bertentangan dengan ajaran agama khususnya Islam. Adat menjadi karakter dasar masyarakat Sumatera, sedangkan Islam adalah benda Asing tidak dapat dipersatukan” lanjut Tiar

Selanjutnya Tiar juga menjelaskan bahwa fakta sebenarnya Syariat Islamlah yang telah mengakar kuat pada masyarakat Indonesia, sebagai bukti terdapat piagam Jakarta yang nomer satu isinya menyeru untuk menjalankan syariat Islam dan piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam yang terdapat kesepakatan Adat Basandi Syarak, Syarak basanding Kitabullah yang berarti bahwa Adat didasarkan pada syariat agama Islam.

Komentar positif terlontar dari seorang peserta kuliah. “Ternyata perlu peninjauan ulang dibalik adat-adat yang kembali digembar-gemborkan, mungkin upaya nativisasi yang menjadi pemicunya, sehingga hal ini perlu diwaspadai karena merupakan upaya untuk menjauhkan ajaran Islam dan kembali kepada adat istiadat yang tidak sesuai dengan syariat Islam”, Ungkap Arini salah satu peserta SPI yang merupakan mahasiswa LIPIA.

“Sejarah sangatlah rentan dimanipulasi karena didalamnya rawan dengan banyak kepentingan. Sehingga menjadi hal yang wajib untuk mencari tau sejarah yang sebenarnya, terlebih tentang perkembangan Islam di Indonesia” sahut salah seorang peserta SPI lainnya selepas kuliah.

SPI #ITJ : Pertemuan ke VII
Reportase : Rosmayani Nor Latifah


Wido Supraha : Sekulerisasi Akar Kerusakan Alam

Selasa, 14 April 2015

| | | 0 komentar
Bahaya Sekulerisasi tak hanya berdampak buruk bagi pemikiran individu yang mempengaruhi terhadap pandangan hidup yang rusak bahkan berdampak pada lingkungan dan alam semesta. Karena salah satu dimensi sekulerisasi adalah membangun oikiran bahwa semesta alam ini terlihat biasa saja, tidak menakjubkan hingga pada akhirnya tidak ada lagi penghargaan terhadap alam. 

Demikian sekelumit penjelasan Wido Supraha, M.Si saat memberikan materi Sekolah Pemikiran Islam (SPI) #IndonesiaTanpaJIL Angkatan Kedua bertema “Sekularisme” yang digelar di Ruang Diskusi Rumah Shynergi dibilangan Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (9/04/2015).

“Menurut M. Nauqib Al-Attas belum pernah alam semesta menjadi sedemikian rusak, sebelum revolusi industry. Perubahan yang dinamis dimasyarakat dari awalnya merupakan masyrakat agraris berubah menjadi revolusi industry pada awal abad ke -18 merupakan pemicu terjadinya sekulerisasi” ungkap Wido.

Selanjutnya wido menjelaskan bahwa menurut para ilmuwan barat seperti August Comte, Karl Marx dan Max Weber sekularisasi adalah efek dari modernisasi kearah pembangunan dengan melepaskan unsure nilai-nilai keagamaan. Pembangunan pada akhirnya dilakukan secara besar-besaran hingga tidak mempedulikan kelestarian alam dan lingkungan.

“Disenchantment of nature yang merupakan pikiran sekuler kecewa terhadap alam, bahwa alam ini tidak perlu dikagumi sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam yang menyeru agar mencintai bumi dan seluruh makhluknya. Allah mengajarkan sikap lembut dan penuh kasih sayang hingga Islam merupakan agama Rahmatan lil alamin yaitu, memberikan Rahmat untuk alam semesta” Ungkap Wido yang merupakan salah satu peneliti INSIST.

Perkuliahan SPI Jakarta yang keenam ini disambut positif oleh para pesertanya. Terlihat dari antusias peserta yang memiliki banyak pertanyaan. Salah satu pertanyaan menarik adalah “Bagaimana Islam menyikapi pembangunan dan efek modernisasi agar tidak terjerumus dalam sekuler?” Menjawab pertanyaan tersebut Wido mengatakan bahwa Islam sangat berdamai dengan pembangunan dan modernisasi jika pembangunan tersebut dilaksanakan berdasarkan Islamic Worlview atau pandangan pembangunan berdasarkan nilai-nilai keislaman.

Kuliah ke VI SPI #ITJ

Reportase : Rosmayani Nor Latifah

rujak es krim

| | | 0 komentar
"yan. bikinin aku logo rujak es krim dong
mau buka kedai niih. hehehe"

sebuah pesan dari teman yang ku kenal setahun yang lalu....
semoga bermanfaat. dan bisa menjadi pemberat amal kelak
aamiin

apa yang saya pikirkan pertama kali setelah logo ini jadi?
langsung teringat logo salah satu klub bola ternama. yaitu AC milan hhhaaaa XD



akhirnya bikin lagi versi lain :



terinspirasi dari starbuck.. eeh tiba2 ada temen yang lewat dan bilang.. "yan itu kayak logo gresik united dah"..

ha?
langsung googling logo klub pesepak bola nasional itu..


hmmmm.. gak mirip iiihhh

kuberikan 2 logo rujak es krim tersebut.. dan temanku bingung....
"aduh yang mana ya yan hhee. dua-duanya aku sukaak XD "

hadeeee =="









Konsep Keterkaitan Antara Wahyu dan Kenabian Dalam Islam

Kamis, 09 April 2015

| | | 0 komentar
Oleh : Rosmayani Nor Latifah
A.    Definisi Wahyu
Menurut Syaikh Rasyid Ridho wahyu adalah pemberitahuan yang bersifat tertutup tidak diketahui pihak manapun, cepat dan hanya untuk yang dituju.[1] Wahyu menjadi sebuah petunjuk yang sangat penting bagi manusia untuk mengenal Allah SWT dimulai dari mengenal sifat-sifat Allah, kekuasaan atas alam semesta, kehendak, perintah dan laranganNya. Pemaknaan wahyu didasarkan pada Al-Qur’an dan teks-teks yang menjadi acuan bahasa dan pengertian metaforis dalam bahasa Arab. Dalam arti bahasa dengan pendasaran pada ayat-ayat wahyu adalah[2] :
1.      Ilham sebagai bawaan dasar manusia
Dalam surat Al-Qashshas ayat 7 Allah berfirman “Dan Kami Wahyukan Kepada Ibu Musa : susuilah dia…”
2.      Insting naluri pada binatang, seperti wahyu pada lebah
Dalam surat An-Nahl ayat 68 Allah berfirman “Dan diwahyukan Tuhanmu kepada lebah untuk mengambil dari bukit-bukit itu sebagai rumah, juga dari pohon-pohon, dan dari tempat-tempat bersemayamnya manusia”
3.      Isyarat cepat melalui kode, seperti isyarat Nabi Zakaria
Dalam surat Maryam ayat 11 Allah berfirman “Maka keluarlah dia dari mihrab kaumnya, lalu berisyarat kepada mereka, bertasbihlah kelian pada waktu pagi dan petang”.
4.      Bisikan dan tipu daya untuk menjadikan sesuatu tampak indah dalam diri manusia
Dalam surat Al An’aam ayat 112 Allah berfirman “dan demikian kami jadikan bagi tiap nabi-nabi itu musuh yaitu setan dari jenis manusia dan dari jenis jin-jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah menipu”.
5.      Apa yang disampaikan Allah sebagai suatu perintah untuk dikerjakan
Dalam surat Al Anfal ayat 12 Allah berfirman “Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “sesungguhnya AKu bersamamu!” maka teguhkanlah orang-orang yang beriman”.
Pemaparan diatas menjadi suatu bukti yang nyata bahwa wahyu bersifat otentik, merupakan pesan langsung dari Allah kepada makhluknya. Bukan suatu yang berasal dari inspirasi Nabi Muhammad atau[un karangan Nabi Muhammad seperti yang telah dituduhkan kafir quraisy maupun kaum orientalis hingga saat ini.
B.     Memaknai Kenabian
Dalam islam penyampai pesan Allah atau wahyu adalah Nabi dan Rasul. Rasul ialah seorang manusia lelaki yang merdeka, yang diberi wahyu oleh Allah berupa suatu syara’, dan ia wajib menyiarkan syara' itu kepada seluruh umatnya. Sedangkan nabi hanya menerima wahyu dan tidak wajib untuk menyiarkannya kepada umatnya.[3] Jika demikian, risalah adalah lebih tinggi kedudukannya daripada kenabian. Karena setiap rasul adalah nabi, tetapi seorang nabi belum tentu rasul.[4]
Nabi dan Rasul dihadirkan Allah ke muka bumi untuk menyeru kepada seluruh manusia agar beriman kepada Allah SWT. Sehingga kewajiban untuk mengimani Nabi dan Rasul pun menjadi sangat penting dalam perjalanan meningkatkan keimanan penyelamat manusia dari kemungkaran dan kesesatan.
Dalam Al-Qur’an surat Fatir ayat 24 Allah Berfirman “Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan”
juga Allah  berfirman:
 (Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah  (saja), dan jauhi Taghut). (Al-Naml:36)

juga Allah  berfirman:
 (Kemudiaan Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturu-turut). (Al-Mu’minin:44)
juga Allah  berfirman:
 (Dan bagi tiap-tiap satu umat ada seorang Rasul). (Yunus:47)
Alasan logis di balik pengutusan seorang rasul atau nabi kepada mereka tersebut tidak lain agar manusia tidak lagi berargumentasi dan membantah Allah  untuk tidak beriman kepada-Nya serta tidak menyembah-Nya. Allah berfirman: “Mereka Kami utus selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah  sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Al-Nisa’:165). Maka dari itu, sebagai konsekwensi logis juga, suatu kaum yang belum diturunkan seorang rasul kepada mereka tidaklah dituntut tentang ketersesatan mereka, dan mereka tidak akan mendapat siksaan di hari kemudian.[5]

C.     Konsep Keterkaitan Antara Wahyu dan Kenabian
Secara logika wahyu tidak dapat dipisahkan dengan subjek dan objeknya. Ada pesan, ada penerima pesan, ada penyampai pesan, ada yang berpesan, dan ada sebab atau sejarah kenapa pesan tersebut disampaikan. Itu semua harus dipahamai secara utuh karena saling berkaitan erat untuk mendapatkan pemahaman dan makna wahyu yang sebenarnya.
Difirmankan Allah pada surat Ali Imran ayat 81-85: Dan, ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang  membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya” Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu”.” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah dan Aku menjadi saksi pula bersama kamu”. Barangsiapa yang berpaling sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, ’Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri. “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
            Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah telah mengutus nabi-nabi terdahulu dan memberikan wahyu kepada mereka dengan tujuan yang sama menyebarkan agama Islam sebagai jalan menuju kedamaian dan kesejahteraan.
Nabi Muhammad merupakan Nabi terakhir yang membawa kelengkapan wahyu yang telah diturunkan pada Nabi-Nabi terdahulu.
Sebagai wahyu pamungkas, al-Wahyu al-Muhammadi ini memiliki keistimewaan yang karakteristik dibanding dengan wahyu-wahyu sebelumnya. Keistimewaan ini  adalah bahwa ia disebutkan dalam al-Qur’an sebagai muhaymin (pengawas, saksi, korektor, refree) bagi kitab-kitab suci sebelumnya[6]:
{وأنزلنا إليك الكتاب بالحق مصدقا لما بين يديه من الكتاب ومهيمنا عليه}
(Dan telah aku turunkan kepadamu (wahai Muhammad) Kitab (al-Qur’an) dengan membawa kebenaran, untuk mengesahkan benarnya Kitab-Kitab Suci yang sebelumnya, dan untuk memelihara serta mengawasinya). (Al-Ma’idah: 48)





[1] Rasyid Ridho, Al-Wahy Al Muhammadi (Beirut : Daarul KutubAl Islamiyah, 2005) hal.25
[2] Manna’ Khalil Al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an Terjemah Mahabis Fii Ulumil Qur’an, Penerj: Drs. Mudzakir AS (Bogor: Litera Antar Nusa,2011) Hal. 36-37
[3] Sayyid Husein Afandi Al jisr Ath Thorabilisiy, Memperkokoh Aqidah Islamiyah Dalam Perspektif Ahlusunnah
Waljamaah: Terjemah Al Hushuunul Hamidiyyah Lil Muhaafadhah Alal Aqqa'I'd Al Islamiyyah, penerj: KH Abdullah Zakiy Al Kaaf(surabaya: Pustaka Setia, 1999)hal.53
[4] Muhammad Ali Ash Shabuni, Kenabian dan Para Nabi Terjemah An Nubuwwah wal Anbiyaa' , Penerj: Arifin
Jamian Maun(Surabaya: Bina Ilmu,1993)hal.13
[5] Admin “Universalitas Wahyu dan Kenabian : Counter-Argumen Pluralisme Agama (I)” 30 Agustus 2009,http://inpasonline.com/new/universalitas-fenomena-wahyu-dan-kenabian-counter-argumen-pluralisme-agama-i/ [ONLINE], HTML, 9 April 2015.

[6] Admin “Universalitas Wahyu dan Kenabian : Counter-Argumen Pluralisme Agama (Habis)” 12 Oktober 2009 http://inpasonline.com/new/universalitas-fenomena-wahyu-dan-kenabian/ [ONLINE], HTML, 9 April 2015.

saatnya pulang

Rabu, 08 April 2015

| | | 2 komentar
ahad, 5 april 2015

entah kenapa hape ramai sekali hari ini, mungkin karena aku telah keluar dari area desa. bertabur sinyal saat diajak mengikuti bazaar produk olahan desa di acara mucab pks dibilangan Kemang.
beberapa telpon dari teman lama, menayakan kabar. dan yang teristimewa adalah telpon 30 menit dari adik dan kakak di tempat yang berbeda di waktu yang berbeda pula. dengan tema yang sama "kapan pulang"

ya sudah hampir setahun aku meninggalkan kampung halaman. dengan niat berkelana mencari ilmu yang bisa diaplikasikan nantinya untuk kebermanfaatan di tanah kelahiran. dan terhitung pula sudah 2 tahun puasa dan hari raya aku tidak ada di rumah. tak ingin jadi seperti bang toyib yang 3 puasa 3 lebaran tak pulang -pulang hihi...

adik
dengan backsound suara cekikikan temannya di asrama. ini hari ahad di pekan pertama bulan april. dia boleh pegang hp. serenteten, pertanyaan, cerita novel yang baru saja di baca dari meminjam milik teman setelah antri sekian lama, buku yang baru dibeli, kejadian di sekolah dan asrama. permintaan belikan buku hingga rencana masa depan lancar sekali dia cerocoskan. "kak, apakah aku nanti bisa kuliah? abah sudah lama pensiun. aku ingin kuliah di hubungan Internasional, uang dari mana?" tanyanya. seketika terasa nyeri di bagian ulu hati. adikku adalah tanggung jawabku sekarang. walaupun baru kelas 1 SMA cita-citanya telah  menggantung bagai bintang di langit tinggi sana. "sudahlah adik. belajar saja yang rajin. tak usah risau dengan biaya. yakin saja Allah selalu menolong hambanya yang bertaqwa"........................................................

kakak
dengan backsound suara kayla dan yaya dua keponakanku yang lucu entah apa yang sedang mereka perebutkan, ramai sekali suaranya.
"kapan pulang, abah mamak telah menua. siapa lagi yang akan mengurus kalau bukan kita?
aku baru saja membuka kegiatan mengaji iqro' untuk nenek-nenek di sekitar sini. kalau kau ada mungkin ditambah beberapa kegiatan keterampilan dari barang bekas akan lebih bermanfaat."
sekali lagi terasa nyeri di bagian ulu hati..

iya... aku kan segera pulang InsyaAllah....
walaupun masih bnyak sebenarnya yang ingin kucapai disini...
dan ada banyak tawaran untuk mengembangkan bisnis disni
..
malamnya segera saja ku pesan tiket untuk pulang
semoga kepulanganku bisa bermanfaat
,,,,,,,,,,,,,,,,
ku harap ini benar-benar kepulangan yang terakhir
menyudahi 9 tahun perantauan


Bismillahi majreha wa mursaha inna rabbi laghafurur rahim
Dengan nama Allah di waktu berangkat dan berlabuh, sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang







SPI ITJ Membahas Pemahaman Wahyu Secara Komprehensif

Jumat, 03 April 2015

| | | 0 komentar
Bertempat di bilangan Kalibata Tengah, Jakarta Selatan, hari Kamis, 2 April 2015 #IndonesiaTanpaJIL kembali melaksanakan agenda rutin Sekolah Pemikiran Islam (SPI) untuk kelima kalinya. Hujan yang mengguyur Jakarta pada sore hari dan macet yang tak terkendali ternyata tidak menyurutkan semangat para peserta untuk menyimak materi. Dalam kesempatan kali ini tema yang dibahas adalah tentang Konsep Wahyu dan Kenabian yang dibawakan oleh Mahasiswa tingkat akhir Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Ustadz Muhammad Fadhila Azka sebagai narasumbernya.

“Wahyu tidak bisa dipisahkan antara subjek dan objeknya, ada pesan, ada penerima pesan, ada penyampai pesan, ada yang berpesan, dan ada sebab atau sejarah kenapa pesan tersebut disampaikan. Itu semua harus dipahamai secara utuh karena saling berkaitan erat untuk mendapatkan pemahaman dan makna wahyu yang sebenarnya” ujar Azka.

Selanjutnya Azka menjelaskan bahwa Wahyu yang dapat dipercaya kemurniannya adalah wahyu yang bersifat otentik,  sebagaimana Al-Qur’an benar-benar murni dari Allah, tidak ada campur tangan manusia. Al-Qur’an bukan suatu yang datang dari imajinasi atau inspirasi Rasulullah dan bukan spekulasi filosofis atau sejarah.

            Diakhir materi penggiat #IndonesiaTanpaJIL ini menekankan bahwa Wahyu adalah solusi hidup manusia. “Wahyu adalah matahari dan akal adalah mata” pungkasnya mengutip syair Imam Al-Ghazali.

Perkuliahan SPI Jakarta yang kelima ini disambut positif oleh para pesertanya. Terlihat dari antusias peserta yang memiliki banyak pertanyaan. Salah satu pertanyaan menarik “Ada orang-orang yang memahami wahyu namun bukan Nabi dan Rasul seperti halnya Waraqah bin Naufal yang melihat tanda-tanda kenabian pada diri Nabi Muhammad sewaktu kecil. Wahyu yang manakah yang mereka pahami tersebut, bukankah Injil telah diselewengkan?”. Menjawab pertanyaan tersebut Azka mengatakan bahwa adanya orang seperti Waraqah Bin Naufal mengindikasi bahwa ahlul kitab atau orang yang beriman kepada kitab setalah Allah menurunkan kitan Injil sebelum Al-Qur’an itu masih ada yang benar, mereka beriman kepada injil bukan bible. Injil berbeda dengan Bible, Bible telah diselewengkan oleh manusia karena mereka congkak menolak kebenaran wahyu.

SPI #ITJ Jakarta, perkuliahan ke V

Reportase : Rosmayani Nor Latifah

Agama, Bukan Sekedar Persoalan Fanatisme dan Doktrin Belaka

Kamis, 02 April 2015

| | | 0 komentar
Oleh : Rosmayani Nor Latifah

            Dalam kehidupan yang telah berlangsung selama ribuan tahun lamanya satu topic yang bernama “Agama” tampaknya tak pernah habis untuk diperbincangkan, diperdebatkan dan dicari kebenarannya. Terdapat 2 (Dua) kelompok besar segolongan manusia yang dapat dibedakan menjadi mereka yang biasa disebut sebagai kelompok beragama, percaya bahwa seluruh tata kehidupan di dunia ini diatur sedemikian rupanya oleh Yang Maha Kuasa yaitu Tuhan. Percaya pada Tuhan yang satu disebut monoteisme dan yang perccaya pada banyak Tuhan disebut politeisme. Sedangkam kelompok yang mengusung nilai-nilai relativitas dan materi, percaya segala yang terjadi di dunia ini mengalir dengan sendirinya tanpa campur tangan siapapun dan tidak percaya dengan Kuasa Tuhan adalah mereka yang biasa disebut sebagai kaum atheis.

            Di Barat Agama adalah fanatisme, kata para sosiolog. Bahkan ketika seorang selebritinya mengatakan “My religion is song, sex, sand and champagne” juga masih dianggap waras. Mungkin ini yang disinyalir Al-Qur’an ara’ayta man ittakhadha ilaahahu hawaahu (QS 25:43) yang berarti “Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai Tuhannya”. Pada dataran diskursus akademika, makna religion di Barat memang problematic. Bertahun-tahun mereka mencoba mendefinisikan religion  tapi gagal.[1]

            Begitu banyak definisi yang mencoba menyingkap makna agama yang sebenarnya menjadi buktinya nyata bahwa terdapat kebingungan yang kompleks ketika mereka mendefinisikan agama hanya berdasarkan akal, emosi, pengalaman dan intuisi saja.

            F. Schleiemer kemudian mendefinisikan agama dengan tidak terlalu doktriner, agama adalah “Rasa ketergantungan yang absolute” (Feliing of absolute dependence). Demikian pula Whithehead, agama adalah “Apa yang kita lakukan dalam kesendirian”. Tapi bagi pakar psikolog, agama justru harus diartikan dari faktor kekuatan kejiwaan manusia ketimbang faktor sosial dan intelektual. Para sosiolog Barat nampaknya trauma dengan makna agama yang doktriner, sehingga tidak peduli dengan aspek ekstrasosial, ekstrasosiologis ataupun ekstrapsikologis. Aspek imanisme lebih dipentingkan daripada aspek transedensi.[2]

Seiring dengan berjalannya waktu beberapa keyakinan akan mulai terjadi perubahan paradigm berdasar pada banyaknya spekulasi tentang Tuhan di kalangan kaum Yahudi dan Kristen. Berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh Kristen dan Yahudi membuat mereka berlepas dari Wahyu yang merupakan satu-satunya petunjuk dari Tuhan. Inilah yang membuat konsep beragama mereka menjadi salah kaprah.

            Sejatinya, akar kebingungan Barat mendefinisikan religion karena konsep Tuhan yang bermasalah. Agama Barat – Kristen – kata Amstrong dalam History of God justru banyak berbicara Yesus Kristus ketimbang Tuhan. Padahal, Yesus sendiri tidak pernah mengklaim dirinya suci, apalagi Tuhan.[3]
            Padahal menurut Penjelasan Endang Saifuddin Anshari menegaskan bahwa disebut agama jika setidaknya memiliki 3 (tiga) hal, yakni 1) tata keyakinan (sistema credo; 2) tata peribadatan (sistema ritus); 3) tata kaidah (sistema norma).[4] Maka, tidak dapat disebut agama jika tidak memenuhi ketiga syarat tersebut. Ketiga syarat tersebut haruslah berjalan beriringan tanpa terkecuali salah satunya. Apalagi jika hanya beranggapan bahwa agama hanyanya serangkaian fanatisme dan doktrin belaka.
            Islam adalah agama metahistoris, bukan historis. Konsep-konsep mendasarnya (Tuhan, Nabi, wahyu, Kiamat, Peribadatan) tidak berubah sepanjang masa. Ketika Kristen mengalami pergeseran konsep Tuhan, keselamatan, ibadah, seperti pada saat Konsili Toledo III di Spanyol 586 M dan Konsili Vatikan II (1962-65), maka yang tersisalah Islam yang masih genuine dengan konsep-konsep dasarnya yang tidak pernah berubah di mmeja Konsili, laksana agama Barat yang terjatuh kepada agama kebudayaan ,buatan dalam pengemalaman sejarah, terkandung dalam sejarah.[5]

Islam menjadi satu-satunya agama yang masih terjaga kemurnian Wahyunya. Dalam Al-Qur’an Surat Al Imran ayat 19 Innadinna ‘Indallahil Islam bahwa Allah telah menegaskan bahwa Sesungguhnya agama yang diridhai Allah hanyalah Islam. Arti kata Agama atau bahkan Religion terlalu sempit untuk sebuah arti kata Addin. Addin dapat bermakna berserah diri, Taat, keberhutangan ataupun kecenderungan. Sehingga dalam ayat tersebut mengandung maksud sesungguhnya jalan yang diridhai Allah hanyalah berserah diri kepada Allah. Ini membuktikan bahwa Islam adalah murni Agama wahyu atau yang biasa disebut metahistoris.




[1] Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat, Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi, Jakarta: INSISTS, Cet. I, 2012, hlm. 20

[2] Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat, Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi, Jakarta: INSISTS, Cet. I, 2012, hlm. 20-21
[3] Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat, Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi, Jakarta: INSISTS, Cet. I, 2012, hlm. 21
[4] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama: Pendahuluan, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, Surabaya :: PT. Bina Ilmu, 1979, hlm. 126-127
[5] Norman P. Tanner, Konsili-Konsili Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 2003, hlm. 35-41.

Islam Bukan Agama Hasil Spekulasi Historis

| | | 0 komentar
Hingga saat ini, Agama selalu menjadi kajian yang menarik untuk ditelisik mulai dari kemunculan, pemaknaan ataupun perbedaan definisi yang berlainan dalam memandang konsep agama yang berbeda-beda antar penganut keyakinan. Karena konsep agama yang diyakini oleh seseorang akan sangat mempengaruhi nilai-nilai dan sudut pandang manusia dalam kehidupan di dunia.

“Maka agama Kristiani, agama Barat sebagaimana agama-agama lain yang bukan Islam adalah agama kebudayaan, agama buatan manusia yang terbina dari pengalaman sejarah, yang terkandung oleh sejarah yang dilahirkan serta dibela dan diasuh dan dibesarkan oleh sejarah.” Ungkap peneliti INSIST Wido Supraha, M.Si pada perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) #IndonesiaTanpaJILwilayah Jabodetabek yang diselnggarakan pada hari Kamis, 25 Maret 2015 dengan tema “Konsep Addin”.

Dalam perkuliahan yang digelar di Aula INSIST di daerah Kalibata, Jakarta Selatan ini, Wido juga membahas berbagai pandangan dan definisi agama, dari pemikiran  orang-orang barat bahwa agama hanyalah seperangkat doktrin, kepercayaan dan ajaran Tuhan yang bersifat universal dan mutlak kebenarannya. “Kata-kata ajaran Tuhan yang di dahului dengan kata doktrin sebelumnya ini membingungkan darimana doktrin tersebut berasal” ujar wido beretorika.

Selanjutnya, menurut Wido agama selain Islam sangat kental dengan pencampuran aspek historis atau sejarah seperti halnya agama Kristen yang memiliki persoalan dengan sejarah. Banyak kitab-kitab Injil yang ditulis setelah wafatnya Isa, sehingga mereka menafsirkan kitab-kitab tersebut dengan teknik hermeneutika yaitu dengan mencongkel-conkel sejarah dan menafsirkan sendiri setiap kejadiannya. Begitu juga dengan Hindu dan Budhha yang dikenal sebagai agama budaya, segala konsep Tuhan dan Agamanya mengikuti budaya tempat berkembangnya.

“Dalam Al-Qur’an Surat Al Imran ayat 19 Innadinna ‘Indallahil Islam bahwa Allah telah menegaskan bahwa Sesungguhnya agama yang diridhai Allah hanyalah Islam. Agama terlalu sempit untuk sebuah arti kata Addin. Addin dapat bermakna berserah diri, Taat, keberhutangan atau[un kecenderungan. Sehingga dalam ayat tersebut mengandung maksud sesungguhnya jalan yang diridhai Allah hanyalah berserah diri kepada Allah. Ini membuktikan bahwa Islam adalah murni Agama wahyu atau yang biasa disebut metahistoris” Ujar Wido.


Kuliah Tersebut ditutup dengan penyataan mengenai Islam sebagai agama lintas waktu dan tempat. Menurut wido itulah bukti kesempurnaan Islam. Konsep Islam yang bersifat fleksibel dapat diterima  disetiap zaman dan tempat merupakan janji Allah bahwa Islamlah agama yang diridhai.

Kuliah Ke- IV SPI #IndonesiaTanpaJIL angkatan 2
Reportase : Rosmayani Nor Latifah