Judul Buku : The Khilafa
Penulis : Zaynur Ridwan
Penyunting : Artawija (pernah ketemu sama ustadz ini sewaktu ikut
Sekolah pemikiran Islam, sosok teduh, bersahaja dan berwawasan luas sekali)
Penerbit : Salsabila
Tebal : 311 halaman
Kategori : Novel
Genre : Konspirasi
Buku ini merupakan Novel ke lima
Zaynur yang telah saya baca setelah emapat novel bergenre konspirasi lainnya, novel-novel tersebut antara lain ialah The Greatest
Design, Novus Ordo Seclorum, Indonesia Incorporated dan The book of codes. The
Khilafa ini merupakan Novel terakhir dari seri trilogi novel bergenre konspirasi sebelumnya yaitu The
Greatest Design dan Novus Ordo Seclorum. Seperti biasanya Zaynur dengan piawai
mampu mengungkapkan fakta-fakta tersembunyi berdasarkan hasil riset melalui
alur cerita yang membuat penasaran hingga pembaca dapat merasakan sensasi
menggebu pada saat membaca lembaran demi lembaran novelnya. Seringkali
penjelasan-penjelasan yang rumit memang lebih gampang dicerna otak lewat cerita
yang beralur.
Tokoh-tokoh dalam novel ini yang
pertama adalah Bumi pemuda cerdas dan pemberani asal Indonesia yang berdomisili
di Mesir, Bumi hadir di semua seri trilogy. Dan di seri yang terakhir ini Bumi
bertemu dengan seorang perempuan yang mampu menggetarkan hatinya yaitu Dokter
Mayra seorang gadis asal Palestina yang mengabdikan hidupnya untuk negri
tercinta, dokter Mayra telah kehilangan ibunya dan merelakan adik satu-satunya Faisal
untuk menjalankan misi bom bunuh diri sebagai wujud perlawanan terhadap Israel.
Selanjutnya juga ada Syaikh Naggar yang juga hadir pada Novel The Greatest
Design, Syaikh Naggar diceritakan sebagai tokoh yang dekat dengan para pejuang
Palestina dan sering membantu dalam misi perlawanan terhadap Israel. Aurora
Bulan, adalah ibunya Bumi yang memiliki profesi sebagai professor dan peneliti
di bidang sains.
Novel ini berlatar Gaza, Palestina yang merupakan tanah suci bagi tiga
agama di muka bumi ini yaitu Islam, Kristen dan juga Yahudi sejak dulu kala. Buku ini memaparkan dengan gamblang apa yang
terjadi disana, bahwa konflik berdarah yang terjadi sejak tahun 1946 itu bukan
hanya konflik antar dua Negara. Ini adalah pembumi hangusan umat manusia yang
ditujukan pada umat Islam dan penghancuran Masjid Al-Aqsha yang merupakan
kiblat kaum muslimin yang pertama. Perlahan dengan pasti masjid tersebut sedang
dalam proyek penghancuran oleh Israel untuk membangun haekal Sulaeman untuk
menyambut datangnya Raja Yahudi yaitu Dajjal.
“Kita tidak boleh
terjebak dengan upaya ‘devide et impera’ ini. Umat Islam tumbuh dalam satu kesatuan yang
sama, berpijak pada garis yang sama di bawah kalimat tauhid yang sama,
sayangnya umat yang begitu besar dalam jumlah kuantitas ini seperti ranting
kering yang begitu mudah dipotong dan dipatahkan lalu pecah menjadi beberapa
aliran, sekte, ajaran, mahzhab dan lain sebagainya. Upaya-upaya pemecahbelahan
ini yang kemudian diperkuat oleh kelemahan umat islam sendiri dalam merapatkan
shaf membuat Yahudi yang sebenarnya begitu lemah menjadi musuh yang sangat
kuat. Ini bukan zamannya lagi kita dipermainkan seperti ini, umat islam harus
bersatu. Tanah suci menjerit mengorbankanbegitu banyak darah dan sebentar lagi
Masjid Kiblat akan dihancurkan sementara kita masih bisa tidur dan bermimpi
dengan begitu indah.”
(The Khilafa : Zaynur
Ridwan, pg 102)
Buku ini juga menyibak tentang peranan propaganda media yang
dikuasai barat yang telah bertekuk lutut terhadap Yahudi. Televisi di Negara-negara
berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia telah dipenuhi oleh hiburan yang
mengumbar syahwat, kontes-kontes yang hanya menilai fisik, isu terorisme,
berita kejahatan yang bebas di tonton anak-anak, Isu pemanasan global (dalam
Buku Indonesia Incorporated dan Novus Ordo Seclorum di jelaskan bahwa isu ini
hanyalah permainan yahudi). Semua isu itu hanya untuk mengalihkan perhatian
terhadap tensi pemanasan global yang sesungguhnya di Al-Quds.
“Ekalasi Perang
semakin membesar dan kita tidak bisa menunggu, apalagi untuk waktu yang terlalu
lama. Anda tahu bagaimnan perundingan-perundingan tingkat tinggi yang dimotori
Amerika Serikat dan PBB tidak pernah membuahkan hasil. Mereka hanya membuat
agenda untuk memperpanjang waktu dan mengambil kesempatan dari sana sementara
anak-anak kita satu persatu mati sebelum tahu bagaimana cara memanggul senapan”
(The Khilafa : Zaynur
Ridwan, pg 87)
Saya jadi membayangkan seandainya
televisi di Indonesia menyiarkan satu jam saja liputan khusus apa yang terjadi
di Tanah Palestina tentu akan membuat umat ini berkecamuk untuk segera
melantunkan gelora jihad. Bagaimana tidak?! Saudara kita menjerit, berteriak
dalam siksaan dan penindasan untuk mempertahankan Bumi Al-Aqsha sedangkan kita
disini tengah terbuai terlena dengan keadaan negri yang sengaja dicarut
marutkan dari sisi ekonomi, politik, sosial dan lain sebagainya.
Yang menarik ialah fakta
kehidupan di bawah lorong-lorong tanah Palestina digambarkan secara mendetail
oleh Zaynur. Tentang lorong-lorong pipa, terowongan bawah tanah yang sedikit
diketahui bahwa tanah di Israel dan Palestina memiliki struktur yang unik
karena tersusun bertingkat-tingkat. Lorong-lorong tersebut menjadi wilayah
perlindungan terbaik warga Palestina dan tempat para pejuang Hamas memetakan
gerakan perjuangan mereka dan menyimpan stok bom, rudal, granat, hinnya
kebutuhan pokok seperti makanan dan pakaian.
“Bila ada kisah
tentang orang-orang yang hidup di dalam perut bumi maka tidak ada cerita
seindah Gaza”
(The Khilafa : Zaynur
Ridwan, pg 188)
Novel ini endingnya “menggantung” kebanyakan novel bergenre
konspirasi yang saya baca memang seperti itu, apalagi dalam trilogy ini semua
endingnya masih menyimpan teka-teki. Mungkin karena menyingkap fakta-fakta
tersembunyi sehingga Zaynur tak ingin berandai-andai dengan ending yang “happy”
hmmmm saya rasa begitu. Namun demikian, trilogy ini tetaplah sebuah novel yang
menarik dan cerdas terutama untuk anda yang menyukai hal-hal berbau konspirasi.
Dan mengaduk-ngaduk isi hati tentang kenyataan bahwa yang bisa kita lakukan hanya
sedikit untuk membantu saudara kita, mempertahankan Rumah Allah. Allahummansur
Ikhwanal muslimin fii Filistiin.
Terakhir, Zaynur memaparkan
solusi dari semua kekacauan di muka bumi pada hari ini terutama di Bumi
Palestina adalah persatuan umat Islam yang harus selalu siap untuk berperan
serta menyambut sebuah janji Nubuwah yaitu akan tegaknya suatu pemerintahan Islam
yang dikomandoi atas satu Khalifah yaitu Fase Khilafah ‘Ala Minhajin
Nubuwwah.
“Masjid itu
menangis, dan kita umat Islam bahkan tidak mendengar rintihannya. Al-Aqsha
memanggilmu, Nak. Hari ini juga, saat ini…Sekarang!”
(Zaynur Ridwan)