Infrastruktur Perkotaan Berbasis Teknologi di Indonesia, Kira-kira Bisa Diterapkan Gak Ya?

Sabtu, 17 Maret 2012

| | |

Infrastruktur Perkotaan? Apaan sih itu?

Infrastruktur merupakan fasilitas yang ada di suatu kawasan khususnya perkotaan yang merujuk pada sistem fisik pada penyediaan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.

Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat. Definisi teknik juga memberikan spesifikasi apa yang dilakukan sistem infrastruktur dan mengatakan bahwa infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting.

Hubungannya Infrastruktur perkotaan dengan teknologi?


Perangkat teknologi menekankan pada adopsi dan aplikasi teknologi tepat guna yang sering disebut sebagai appropriate technology. Teknologi yang semakin berkembang secara langsung memberikan berbagai kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama dalam hal pengadaan dan pengelolaan infrastruktur. Teknologi yang berkaitan dengan infrastruktur perkotaan melingkupi pengelolaan limbah baik cair maupun padat, sanitasi, saluran drainase, pengaturan lalu-lintas, bioteknologi lingkungan dan kesehatan sangat dianjurkan untuk menjadi prioritas program yang akan dilaksanakan khususnya di kota-kota besar. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kota-kota besar di negara berkembang pada umumya dan di Indonesia pada khususnya, masalah buruknya sistem drainase, sanitasi, tingginya polusi, kesemrawutan lalu-lintas merupakan problematik lingkungan yang kerap dihadapi. Oleh karena teknologi tinggi sangatlah diperlukan untuk mempermudah dalam mengatasi problematika infrastruktur yang ada. Terjadinya kegagalan adopsi high technology yang pernah dilakukan kesalahanya terletak pada ketidakmampuan pemeliharaan dan pengelolaan, sehingga dalam prakteknya diperlukan jenis teknologi yang betul-betul tepat dari segala segi. Di sisi lain hilangnya biaya yang biasanya sangat besar memang tidak dapat dihindarkan. Kesiapan sumber daya manusia, kemampuan finansial dan kesadaran masyarakatnya telah memungkinkan aplikasi teknologi canggih untuk pengelolaan infrastruktur perkotaan dengan baik.

Bagaimana penerapan pembangunan infrastruktur perkotaan dengan basis teknologi di Negara maju ?

Ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa kunci keberhasilan sebuah negara berkembang untuk dapat menuju kepada suatu negara maju terletak pada pembangunan dan pengembangan jaringan infrastrukturnya yang berbasis teknologi seperti halnya jalan raya, telekomunikasi, jaringan listrik, pipa air minum, transportasi, dan lain sebagainya. Alasannya cukup sederhana, yaitu karena setiap kegiatan manusia sehari-hari memerlukan beragam komponen infrastruktur tersebut. Sehingga jika terjadi gangguan pada komponen yang ada, akan turut mempengaruhi pula tingkat produktivitas masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Melihat kenyataan tersebut, logikanya, biaya yang harus ditanggung masyarakat untuk memakai dan memanfaatkan infrastruktur ini haruslah cukup rendah, sehingga seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali dapat memanfaatkannya secara leluasa. Dengan kata lain, pembangunan infrastruktur secara luas dan merata merupakan sebuah prioritas yang harus dilakukan oleh sebuah negara agar setiap titik komunitas yang tersebar secara geografis dapat dengan mudah bekerja sama dalam berbagai kegiatan, untuk menggerakkan roda perekonomian dan pertahanan negara yang bersangkutan. Sehingga tidak mengherankan, jika sebagian besar pajak atau pinjaman dari luar negeri dipergunakan secara intensif untuk membangun jaringan infrastruktur publik sebagai pendukung pembangunan nasional.

Di Amerika misalnya, jika sebuah komponen infrastruktur berbasis teknologi pertama kali dibangun, masyarakat harus membeli jasa atau produk pemakaian inftasruktur tersebut dengan suatu tingkatan biaya tertentu. Sejalan dengan diperolehnya pendapatan dari masyarakat ini, pengelola infrastruktur akan secara perlahan-lahan mengurangi biaya pemakaiannya sejalan dengan tingkat kembalinya biaya investasi yang bersangkutan (return on investment) yang telah ditanamkan untuk biaya pembangunan proyek. Untuk jenis infrastruktur tertentu, seperti telepon dan listrik misalnya, harga pemakaian akan turun sampai mencapat suatu level yang tetap (flat rate). Sementara untuk beberapa jenis infrastruktur lainnya, seperti jalan dan air minum, penurunan biaya dilakukan sedemikian rupa hingga pada suatu tingkatan dimana masyarakat dapat mengkonsumsinya secara gratis. Dalam kerangka ini, tidak heranlah jika seorang mahasiswa atau pengusaha, selama 24 jam menghubungkan komputernya dengan internet, karena tidak ada biaya variabel yang harus dibayarkan terhadap penggunaan pulsa telpon dan listrik. Bahkan bagi mereka yang bekerja pada institusi tertentu (swasta dan pemerintah) atau sedang mengenyam pendidikan tertentu, sambungan internet diberikan secara gratis sebagai fasilitas penunjang aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain, akses ke dunia maya (cyber space) dapat dilakukan dengan mudah, murah, dan cepat.

Kira-kira kalau di terapkan di Indonesia bisa gak ya?


Jika kita menilik lebih jauh dengan kehidupan masyarakat Indonesia sekarang, seringkali mereka berkeluh kesah tentang prasarana jalan yang rusak disana-sini, pulsa telepon yang terus meningkat, harga listrik tidak pernah turun dan kian mencekik, kebutuhan air bersih yang sulit didapat di musim kemarau,drainase yang buruk dan kurang pemeliharaan sehingga berakibat banjir dan jasa internet provider yang masih cukup mahal. Padahal kualitas infrastruktur yang memadai sangatlah diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup masyarakat.

Menurut Indonesia Competitiveness Report 2011, infrastruktur Indonesia masuk pada ranking 82, jauh dibawah Singapura (rangking 5), Malaysia (30) dan Thailand (35). Infrastruktur yang diukur ini meliputi transportasi, telekomunikasi, air dan sanitasi. Sementara itu, walaupun penetrasi telepon genggam dinilai tinggi, kesiapan teknologi (technological readiness) Indonesia masuk ranking 91, karena akses internet cepat hanya bisa dinikmati segelintir orang yang punya uang. Hal ini membuktikan bahwa kualitas infrastruktur di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Padahal kerlangsungan keberadaan infrastruktur seperti jalan dan transportasi memiliki peran strategis dalam mensejahterakan masyarakat, sebagai bentuk mitigasi bencana dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan kapasitas produksi lokal, regional serta pasar internasional.

Mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu yaitu ambruknya jembatan terpanjang di Kalimantan, jembatan Kutai Kartanegara (Kukar) menimbulkan spekulasi dari mulai perencanaan infrastruktur yang buruk, tidak memadainya pemeliharaan, lemahnya pengawasan proyek, serta keprofesionalan tenaga ahli di bidang konstruksi yang diragukan. Membuktikan bahwa kurangnya pemeliharaan serta kontroling, auditori dan pengujian kelayakan infrastruktur yang seharusnya rutin di lakukan.

Jika penerapan infrastruktur berbasis teknologi memang ingin benar-benar diterapkan di Indonesia maka tidak cukup usaha dari pemerintah saja, namun segenap elemen masyarakat pun turut ikut serta. Selain itu sinergisitas antara perguruan tinggi dan badan riset dengan pemerintah sangat diperlukan dalam hal pengadaan, pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur berbasis teknologi tersebut. Auditori atau pemeriksaan dan pengujian kelayakan infrastruktur secara berkala juga harus di rutin dilakukan. Dan hal yang terpenting adalah pemahaman dan dukungan nyata dari setiap elemen masyarakat dan pemerintah akan pentingnya peningkatan kualitas infrastruktur dengan basis teknologi demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.


KOMENTAR BERDASARKAN :


Anto-w
8 January 2012 15:29:23
1

Tulisan yg sangat menarik.

Seharusnya demikian Latifah. Semakin modern kita semakin membutuhkan teknologi karena dunia semakin kompleks. Seperti anda sampaikan bahwa Competitiveness suatu negara pun diukur sejauh mana negara tersebut menggunakan sarana dan prasarana ICT dalam berbagai keperluannya.

Problema dengan Indonesia saya lihat masih berkutat dalam aspek budaya. Heterogenitas Indonesia masih sangat besar, baik budaya, tingkat kesejahteraan, pendapatan, pendidikan (60-70% masih bependidikan dasar dan menengah), dan kondisi geografis. Kesenjangan dalam pemanfaatan ICT pun masih sangat lebar. Global Competitiveness Ratio (GCR) 2010-2011 menempatkan Indonesia bertengger di ranking 44 dengan skor 4,43. Sebetulnya itu cukup lumayan, mengingat Brasil di ranking 58, Rusia di 63 dan India di 51. Tapi ya itu tadi perkembangan itu nampaknya tidak disertai dengan pembangunan budaya. Ingin lihat contoh sederhana? Ini saya ceritakan sedikit.

Saya dapat info dari teman-teman di Jakarta bahwa beberapa tahun yang lalu Jakarta dan sekitarnya aktif memasang “Counter untuk Countdown” di lampu merah persimpangan jalan. Apa yang terjadi sekarang? Banyak counter yang tidak berfungsi. Bahkan di beberapa jalan utama sudah dicopot. Apa gerangan terjadi? Nampaknya para pengendara kendaraan bermotor (khususnya Sepeda Motor) masih tetap takut/tunduk pada Polantas. Jadi yg masih diperlukan adalah Polantas dan bukan “Counter untuk Countdown”. Itulah contoh dimana pembangunan budaya penting bagi kemajuan pemanfaatan ICT.

Saya tentu sangat mendukung planologi perkotaan berbasis teknologi, itu adalah “suatu keharusan” di jaman yg sangat modern ini, hanya, para perencana kota perlu diingatkan bahwa mereka jangan meninggalkan para budayawan guna ikut memikirkan bagaimana membangun peradaban warga kota tersebut.

Salam dan sukses selalu Latifah.

tulisan ini bisa dilihat juga di http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2012/01/08/infrastruktur-perkotaan-berbasis-teknologi-di-indonesia-kira-kira-bisa-diterapkan-gak-ya/

(hasil coba2 bikin tulisan di kompasiana hihi)

0 komentar: