cerita bocah palestina
Ayyash dan Aqil
“Relakah kalian tanah air kita ini, kiblat pertama umat islam dijajah, relakah kalian saudara-saudara kita di bantai di masjid-masjid ketika sedang melaksanakan shalat? Masih ingatkah kalian tentang pembantaian Shabra Shatilla, pembantaian di Masjid Ibrahim Hebron, dan masih banyak pembantaian lainnya yang tidak berprikemanusiaan?. Katakanlah anak-anakku katakanlah Kullunaa Imad Aqil, kulluna Yahya Ayyash, kullunaa Ahmad Yassin!!! Khaibar khaibar yaa Yahuud?!, saatnya berjuang, jangan takut untuk melawan Israel anak-anakku. Buktikan bahwa kita bukanlah bangsa yang lemah karena sesungguhnya Allah selalu bersama kita. Jangan pernah ragukan hal itu dan bersabarlah” ungkap umi fatimah dengan sorot matanya yang tajam. Seperti malam-malam sebelumnya, aku selalu terpana dengan cerita-cerita para pejuang tanah airku yang disampaikan umi fatimah. Getaran hebat gelora jihad dapat kurasakan di dalam dadaku, bahkan sepupuku, kuperhatikan dari tadi telah mendengarkan dengan seksama sampai tak bergeming.
“Umi, bolehkah aku bertanya, kenapa aku dan Aqil diberikan nama Muhammad Yahya Ayyash dan Muhammad Imad Aqil ? apakah ada hubungannya dengan pejuang tanah air kita yang selalu kita sebut itu? ” tanyaku kepada wanita yang telah mengasuhku sejak kecil ini. Walaupun umi Fatimah bukanlah ibuku, tetapi dialah pahlawan hidupku yang rela merawatku sejak meriam Israel itu melalap habis rumah dan mensyahidkan ayah dan ibuku.
“Benar Ayyash, Jadi ceritanya memang umi dan adik umi, yaitu umi lathifah ibunya Ayyash sepakat untuk memberikan nama buah hati kami yang kebetulan lahir bersamaan dengan nama Muhammad Yahya Ayyash dan Muhammad Imad Aqil dengan harapan kalian berdua bisa meneladani akhlak Rasulullah dan berjuang tiada gentar melawan Israel layaknya Yahya Abdul Lathif Syathi Ayyash yang terkenal dengan kepandaiannya merakit senjata yang bisa memukul telak kecanggihan senjata Israel dan Imad Hasan Ibrahim Aqil yang tak kenal takut walaupun di akhir hayatnya dikepung oleh ratusan tentara Israel lengkap dengan puluhan tank dan panser, 60 bom dan beberapa helikopter”. Penjelasan dari umi Fatimah tersebut membuatku dan Aqil tertegun beberapa saat. “Ayo akhi Ayyash, berarti kamu harus lebih banyak belajar merakit bom dari sekarang” seru Aqil sambil menepuk-nepuk bahuku. “Eeh, kamu juga Qil” seruku tidak mau kalah.
“Ya sudah anak-anak, sekarang sudah malam, saatnya tidur supaya tidak telat untuk Qiyamullail. Besok juga mau belajar memanah sama abi Sayyid kan?”. Aku dan Aqil mengangguk mantap menjawab pertanyaan tersebut seraya berebut mencium tangan kanan umi Fatimah. Ku bantu beliau untuk berdiri dengan tongkat jalannya karena kaki kirinya telah dirampas oleh bom Israel.
Ku ambil mush’ab yang ada di samping kasurku, ku baca perlahan-lahan kalimah-kalimah Allah, rasa sejuk menyusup seketika. Namun tiba-tiba Aqil mengagetkanku dengan kertas putih yang penuh dengan coretan-coretan abstrak yang dihadapkan kewajahku. “Siap untuk misi rahasia selanjutnya kan akhi? Aku sudah menyusun strategi buat rencana kita kemaren” serunya dengan riang. Kuambil kertas itu, kuperhatikan dengan detail, itu adalah peta jalan rahasia untuk petualangan kita di esok hari.
Masih ku ingat jelas petualangan seru hari-hari yang lalu dengan misi-misi rahasia yang kita buat. Mulai dari misi-misi kecil dengan melempari pasukan Israel dengan batu, melempari baling-baling helikopter dengan batu dan gunting hingga burung besi kepunyaan kaum kufar itu jatuh, menaruh bom rakit sederhana yang telah di ajarkan abi Sayyid di bawah tank militer Israel, hingga misi besar yang kita lakukan bersama abi Sayyid 3 minggu yang lalu yaitu menghancurkan Tank baja jenis merkava 3 lengkap dengan 3 serdadu Israel di dalamnya. Strategi canggih dari abi Sayyid yang telah lama bergabung dengan batalyon Izzudin Al-Qossamnya HAMAS, aku dan Aqil membantu menaruh bom 100 kg di jalan yang akan di lewati tank bongsor tersebut dan dari kejauhan abi Sayyid menembakkan bom tersebut hingga merkava menjadi berkeping-keping.
Semua ini aku dan Aqil lakukan, tidak lain dan tidak bukan hanya untuk membela tanah air kami negri Palestina, dan untuk melindungi Masjidil Aqsha. Sudah 62 tahun sejak deklarasi Negara zionis Isreal tersebut di yerusalem telah menjadi kengerian tersendiri bagi kami, telah lebih dari ratusan ribu warga kami kehilangan ayahnya, ibunya, anaknya, rumahnya, pendidikannya, dan haknya untuk menikmati khusuknya shalat di masjid nan suci Al-Aqsa. Bahkan mereka dengan semena-mena berbuat keji dan sasaran utama kebiadaban mereka adalah wanita dan anak-anak, belum lagi penyiksaan-penyiksaan diluar batas yang telah mereka lakukan, tubuh yang dikuliti, wanita hamil yang ditusuk kandungannya, hingga anjing-anjing yang mereka lepaskan untuk memakan anak-anak Palestina. Ah, mendidih darah ini kalau mengingat kekejian mereka. Ya Allah, kapankah kami terbebas dari penjajahan ini?
“Eh, gimana ini akh? Setuju gak jalan rahasia untuk besok lewat rute ini? Bahan-bahan sudah kau siapkan?” senggolan Aqil membuyarkan lamunanku. Kupandangi lagi coretan tersebut, akhirnya aku mengangguk dengan mantap sebagai tanda setuju.
Pagi ini sinar mentari menyapu setiap sudut palestina aku dan Aqil mengendap-ngendap menuju kebun anggur Israel yang berdekatan dengan kamp mereka. Kukumpulkan dedaunan kering di sekitar kebun Aqil pun bersiap dengan minyak gas yang dibawanya. Inilah misi kami hari ini yaitu membakar kebun anggur yang mengelilingi kamp Israel. Sangat susah untuk sampai kesini, perlu percobaan berkali-kali hingga pertahanan terakhir untuk menuju kamp ini dapat kita tembus. Jangan pernah ragukan kemampuan kami walaupun usia baru 11 tahun. “Sudah cukup akhi ayo nyalakan apinya” kataku setengah berbisik kepada Aqil. Aqil pun memantikan api kededaunan kering yang telah disiram dengan minyak. Wush! Sejurus kemudian jago merah melahap galak kebun anggur yang mengelilingi kamp tersebut. Aqil lari tunggang langgang dan aku pun tak mau kalah, mengekor dibelakangnya. Dari kejauhan sayup-sayup kudengar serdadu Israel panik dan mengoceh ramai dengan bahasa ibraninya.
Aku dan Aqil tak pernah menyangka kebakaran dikebun anggur Israel tersebut ternyata cukup membuat gaduh dan membuat orang bertanya-tanya, siapa berbuat ulah?. Dengan mudahnya guru kami abi Sayyid mengetahui bahwa itu adalah kerjaanku dan Aqil. “Tak apa-apa, kalian berbuat seperti itu sudah menunjukkan bahwa kalian adalah anak-anak yang berani dan cerdas, tahukah kalian bahwa anggur mempunyai minyak yang membuat ia jadi mudah terbakar dan melahap habis kamp israel tersebut? Jika kalian ingin membuat misi lagi bicaralah terlebih dahulu kepada abi, yang abi takutkan sekarang Israel akan melakukan serangan balik, berhati-hatilah mulai sekarang dan abi mohon semua yang kalian lakukan bicarakan dulu dengan abi, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh, jadi kita tidak bisa bergerak sendiri karena kita akan lebih kuat kalau bersama-sama, sekarang pulanglah umi Fatimah pasti mengkhawatirkan kalian”. Kulihat ada guratan kecewa dalam wajah abi, setelah bertemu dengan kami abi tampak serius berbicara dengan orang-orang berkifayeh. Ada apa sebenarnya?. Entahlah, aku berharap tidak terjadi hal buruk dikeesokan hari.
Baru sekejap aku memejamkan mata terdengar desingan peluru yang membabi-buta. ”Ayyash bangunlah, benar apa yang dikatakan abi, Israel menuntut balas atas perbuatan kita” Aqil berteriak sambil menarik tanganku. Bergegas aku dan Aqil keluar dari kamar, kulihat Umi Fatimah berdiri dengan tongkatnya . “Aqil, Ayyash mau kemana kalian? Jangan jauh-jauh dari umi” teriak Umi Fatimah. “Aqil ijin berjihad umi” setengah berlari keluar dilawannya seradadu-serdadu Israel dengan batu-batu seadanya, akupun tak mau kalah kupunguti batu-batu didepan rumah kami, perjuangan ini baru saja dimulai. Allahu Akbar!! jeritan Aqil membuat ku terkejut Masya Allah, satu peluru telah bersarang di bahunya dan satu lagi di kakinya. Tergesa aku memapah saudaraku tersebut “Isbir ya Akhi, isbir”, ku bopong Aqil di punggungku, lemas sudah badannya. Kubawa lari Aqil hingga terseok-seok langkahku, aku tak peduli tujuanku sekarang adalah menyelamatkan Aqil ke ruang bawah tanah dirumah abi Sayyid yang telah bertahun-tahun menjadi kamp pengobatan. “Ayyash, bahu dan kakiku panas” rintihan Aqil menyayat hati ini “Isbir yaa Akhi, sabarlah saudaraku, rumah abi sayyid sudah dekat, isbir,isbir. Allahu Akbar!!” kurasakan panas di kaki kananku, dengan tenaga yang tersisa kulangkahkan kaki dengan terhuyung-huyung. Hingga akhirnya kurasakan gelap diseluruh pandanganku.
* Kullunaa Imad Aqil, kulluna Yahya Ayyash, kullunaa Ahmad Yassin = kamilah Imad Aqil, Kamilah Yahya Ayyash, Kamilah Ahmad Yassin
* Khaibar khaibar yaa Yahuud = ingatlah peristiwa Khaibar wahai Yahudi (jadi dalam hal ini memperingatkan Yahudi akan peristiwa Khaibar di mana Rasulullah dan kaum muslimin-lah yang menang)
* Umi = Ibu
* Abi = Ayah
* Akhi = Saudara (laki-laki)
* Isbir = Sabar
* kifayeh = Sorban Khas Palestina
* Pembantaian Shabra Shatilla = pada 18 September 1982 dengan jumlah syahid 12.000 yang kebanyakan wanita, anak-anak dan orang tua
*Pembantaian Masjid Hebron = saat muslim shalat dilempar granat dan di tembaki di masjid tersebut
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar